Rabu, 27 November 2013

Dokterku sayang Dokterku Malang


Hukum Bukan Satu Sisi mata Uang

Entah jadi atau tidak, rencananya hari ini (Rabu, 27 November 2013) para Dokter yang biasanya terhormat dengan jas putihnya akan turun ke jalanan melakukan aksi sehari tanpa dokter. Aksi tersebut katanya sebagai bentuk solidaritas Dokter kepada rekan sejawat mereka yang disidang sejak tahun 2010 dengan tuduhan malpraktek. 3 orang dokter ahli kandungan dipidana dengan tuduhan malpraktek yang mengakibatkan seorang pasiennya meninggal akibat efek operasi caesar. Pemidanaan tersebut dilakukan setelah keluarga pasien merasa ada kejanggalan dalam kasus kematian putrinya sehingga ketiga dokter tersebut dianggap melakukan malpraktek.

Pembelaan dari rekan-rekan sejawat dan tuntutan dari keluarga pasien dan beberapa pihak mulai bermunculan dalam lingkaran kasus tersebut. Beragam dukungan dan tuntutan muncul di lingkaran kasus ini. Mulai dari dukungan dan pembelaan yang masuk akal sampai pada yang nyeleneh. Tuntutan-pun begitu, mulai dari tuntutan yang rasional dan sampai pada tuntutan irasional. Beberapa pembelaan menarik untuk dicermati, seperti yang di ungkapkan Ketua IDI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bahwa Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung seharusnya tidak menggunakan aturan umum (KUHP) dalam menangani kasus tersebut dimana seharusnya yang digunakan adalah aturan khusus dimana menurut Ketua IDI DIY tersebut dokter itu punya aturan khusus dengan latar belakang kedudukannya sebagai sebuah profesi maka semestinya pasal penjerat yang digunakan adalah Undang-Undang (UU) No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 44 tentang Rumah Sakit. Lain lagi kata beberapa dokter muda di kontak BB saya, mereka justru nyeleneh memasang status dokter tidak pantas dipidana, dokter tidak pantas dipenjara. Lupa rupanya si dokter bahwa setiap warga negara punya kedudukan yang sama dimata hukum, tak peduli dokter ataupun pasien, polisi ataupun jaksa, hukum tak bermata satu tapi bermata dua sisi yang selalu sama menatap keduanya sampai pada kebenaran yang terbukti.

Tulisan saya kali ini bukan untuk mendeskreditkan dokter tapi sekedar mengingatkan dokter untuk sekejap saja membumi lagi dan memakai rasionalnya. Seperti apa yang disampaikan oleh Ketua IDI DIY tersebut dimana beliau dengan percaya diri menyalahkan Majelis Hakim Mahkamah Agung yang salah memberikan analisa dan dasar hukum. Sungguh luar biasa, sudah siap pula rupanya pak dokter itu menjadi analis hukum, lupa rupanya beliau jika ada pula UU lain yang juga berbicara soal profesi seperti UU Advokat, UU Notaris, UU Kepolisian, dll. Banyak profesi baik secara langsung dan tidak langsung diatur dalam UU dan apakah kemudian membuat setiap profesi itu di atur dalam aturan khusus bila terjadi pemidanaannya?? Dalam pandangan saya, kasus tersebut akhirnya menunjukan kekerdilan cara fikir para dokter dimana mereka lupa membumi. Terlalu dibuai dengan rasa hormat pasien kepadanya, rasa hormat perawat dan insan medis lain kepada mereka. Baiknya kasus tersebut menjadi media introspeksi bagi mereka bukan justru solidaritas tanpa ada asas yang mendasarinya.

Pikirkan kembali, bagaimana proses rekruitmen para dokter dimana butuh ongkos yang luar biasa mahal untuk mendapatkan satu kursi di Fakultas Kedokteran. Urusan kemampuan akademik belakangan yang penting uang dulu baru dikejar kemudian tu urusan akademik. Jika mau masuk Fakultas Kedokteran saja yang diperlukan hanya prosedur keuangan tanpa prosedur akademik yang benar maka wajar jika kasus di Manado tersebut terjadi. Kasus tersebut semata-mata soal prosedur, bukan soal si pasien ada atau tidak ada penyakit sebelumnya. Sudah benarkah prosedur si dokter dalam tahapan menangani pasien. Polisi, TNI dan profesi lain-pun jika secara prosedural salah dalam menangani pekerjaannya maka ia pun akan dipidana sesuai berat ringannya akibat dari kelalaiannya mengikuti prosedur. Jadi bukan soal pantas tidak pantas dipidana/dipenjara.
Ayolah bapak – ibu dokter, gunakan rasio kalian dan cerdaslah. Ingat dengan sumpah dokter dimana kalian dilarang menelantarkan pasien. Hormati hukum yang berjalan seperti kami menghormati kebijakan kalian dalam memvonis penyakit/hidup kami. Apa yang kalian lakukan hari ini dapat dikatakan sebagai perlawanan terhadap pengadilan (contempt of court) dimana kalian mempengaruhi anggapan publik atas putusan pengadilan. Lebih baik kalian kumpulkan dana, sewa pengacara dan ahli hukum untuk mencari celah hukum dan membela rekan sejawat kalian dari jerat hukum. Bukan justru membelanya dijalanan dan justru mengotori jas putih kalian yang terhormat. Ribuan bahkan ratusan ribu orang menunggu kalian di setiap rumah sakit. Turunkan egomu dan gila hormatmu. Apakah kemudian engkau akan pula membela jika kemudian perawat atau apoteker salah dalam menjalankan profesinya??

Sekali lagi perlu dipahami bahwa hukum itu bukan hanya satu sisi tapi memiliki dua sisi dimana setiap warga memiliki kedudukan yang sama dalam setiap pandangannya. Hukum bukan soal pantas dan tidak pantas dipidana/dipenjara tapi hukum adalah soal kebenaran formil dan materiil. Kemana saja rekan sejawat saat pembuktian kasus tersebut, mengapa tidak segera melakukan pembelaan saat kasus tersebut baru bergulir???




Jumat, 15 November 2013

Makna nama Allah SWT.,

1. Makna ”Allah”:
Secara etimologi, lafaz ”Allah” berasal dari kata: إلــه (i-la-h), artinya: ”yang disembah.” 
Ketika lafaz ”إلــه” (i-la-h) dimasuki huruf ”ma’rifah” alif dan lam ال (al), maka huruf hamzah إ (i) dibuang untuk mempermudah pengucapan. Dari sini lafaz ”إلــه” (i-la-h) pun menjadi ”اللــه” (Allah). (Kamus Mukhtar Ash-Shahhah, Zainuddin Ar-Razy).

Untuk diketahui, ”ma’rifah” dalam bahasa Arab adalah istilah yang digunakan untuk nama yang khusus/tertentu. Kebalikannya adalah ”nakirah” (umum).

2. Makna ”SWT”:
”SWT” adalah singkatan dari dua sifat Allah, yaitu ”Subhanahu wa Ta’ala.” Rincian maknanya adalah:

S = Subhanahu, artinya: Yang Mahasuci
w = wa, artinya: dan
T = Ta’ala, artinya: Yang Mahatinggi, Mahamulia.

3. Makna ”Allah SWT”:
Dari penjelasan nomor 1 dan 2, dapat disimpulkan bahwa makna ”Allah SWT” adalah: Allah (Tuhan) yang Mahasuci dan Mahatinggi.

Sebenarnya, SWT (Subhanahu wa Ta’ala) bukan satu-satunya lafaz yang disertakan oleh ummat Islam setelah lafaz ”Allah”. Masih banyak lagi lafaz-lafaz lain, antara lain:
- ’Azza wa Jalla => Allah ’Azza wa Jalla
- Jalla Jalaluh => Allah Jalla Jalaluh
- Tabaroka wa Ta’ala => Allah Tabaroka wa Ta’ala

Semua lafaz tersebut adalah sifat-sifat kemuliaan dan keagungan Allah SWT. 

Perlu diperhatikan, meski pun secara bahasa lafaz ”Allah” berarti ”Tuhan”, sebagai seorang muslim kita harus tetap meyakini bahwa ”Allah” adalah nama bagi ”Zat” Tuhan Pencipta dan Pengatur alam semesta ini. Sebab Al-Qur’an sendiri – yang notabenenya wahyu Tuhan – menegaskan bahwa ”Allah” adalah nama bagi Tuhan Pencipta dan Penguasa jagad raya ini. Demikian juga dalam hadits-hadits Rasulullah Muhammad saw. 

Wallahu a’lam.

Sumber :
http://amanhasibuan.blogspot.com/2011/05/arti-allah-swt.html
http://yusuf-istiqomah.blogspot.com/2012/03/arti-azza-wa-jalla-subhanahu-wataala.html
http://answers.yahoo.com/question/index?qid=20120523104804AAge7fM

Makna SAW, AS, Radhiyallahu anhu,.,.

Makna Kata / Kalimat
  • Saw merupakan singkatan dari Shallallahu `alaihi Wa Sallam,sebuah lafaz yang disunnahkan keada kita untuk mengucapkannya ketika menyebut nama Rasulullah SAW. Artinya adalah semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya. Perintah untuk  bershalawat kjepada Rasulullah SAW merupakan perintah dari Al-Quran yaitu " Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya ."(QS. Al-ahzab : 56)
  • As biasa digunakan untuk menyingkat lafaz Alaihis Salam yang bermakna Semoga keselamatan dilimpahkan kepadanya. Ungkapan ini biasanya diberikan kepada para nabi dan Rasul termasuk juga para malaikat. " Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul."(QS. Ash-Shaffaat : 181)
  • Ra biasa digunakan untuk menyingkat lafaz Radhiyallahu `anhu/`anha / `anhum.  Lafaz ini juga merupakan ungkapan dan doa yang disematkan kepada para  shahabat Rasulullah SAW. Maknanya adalah Semoga Allah meredhainya. Bila kata  terakhirnya `anhu maka dhamirnya untuk dia satu orang laki-laki. Bila kata terakhirnya `anhum maka dhamirnya mereka (jama`) dan bila kata teakhirnya `anha maka dhamirnya untuk dia seorang wanita. 
    • " Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama dari golongan muhajirin  dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha  kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya.  Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar."(QS. At-Taubah : 100) 
    • " Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu'min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon , maka Allah mengetahui apa yang ada  dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan  kepada mereka dengan kemenangan yang dekat ."(QS. Al-Fath : 18)
  • Azza wa Jalla dan Jalla Jalaluhu adalah dua ungkapan yang disematkan pada  lafaz Allah selain Ta`ala. Lafaz `Azza makanya adalah yang Maha Aziz atau Perkasa. Sedangkan lafaz Jalla maknanya adalah Agung.
    • " ... maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."(QS. Al-Baqarah : 209)
    • " Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran / keagungan dan kemuliaan."(QS. Ar-Rahman : 27)
  • Naudzubillahi mindzalik adalah ungkapan meminta perlindungan kepada Allah dari bahaya atau madharat sesuatu hal. "... maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat."(QS. Al-Mu`min : 56)
  • Wallahu a'lam bishshowab adalah uangkapan untuk menyatakan bahwa kita mengembalikan kebenaran itu hanya kepada Allah. Makna lafaz itu adalah Dan hanya Allah saja lah yang lebih mengetahui kebenarannya. " ... dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui."(QS. Yusuf : 76)
  • Jazzakumullah Khoiran Katsiro maknanya adalah Semoga Allah memberikan balasan kepada Anda yang lebih baik dan lebih banyak. Ungkapan ini adalah bentuk doa dan sekaligus rasa sykur kepada manusia yang telah berjasa kepada kita. Ungkapan ini lebih sempuirna dari sekedar mengucapkan kalimat terima kasih. Karena didalamnya selain ungkapan terima kasih juga ada doa untuk memberikan yang lebih baik dan lebih banyak lagi. " Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan."(QS. Al-Kahfi : 44)

sumber :
http://www.mail-archive.com/media-dakwah@yahoogroups.com/msg07131.html

Amerika dalam Al Qur'an

     Amerika Serikat adalah sebuah negara yang terletak di tengah-tengah benua Amerika Utara yang berbatasan langsung dengan Kanada dan Meksiko. Keberadaan Amerika Serikat identik dengan kekuatan akronim super power/adikuasa dimana negara tersebut dianggap negara yang tangguh tanpa celah. Amerika Serikat (AS) merupakan negara yang selalu ingin menjadi otoritas yang dominan dalam segala bidang di dunia. Mulai dari dominasi penentuan harga minyak, dominasi tata pangan, dominasi otomotif, dominasi sosial, dominasi militer hingga dominasi kiblat politik. Lewat kekuatan budaya dan bahkan militer AS tak segan menyebarluaskan visi politiknya "demokrasi". Demokrasi ala AS dianggap yang paling yahud di dunia ini. Seakan kiblat politik lain (sosiali-komunis-agamis) adalah visi politik terbelakang dan tidak moder. Dalam sebuah gambar kartun bahkan ditampilkan puluhan rudal dijatuhkan dari sebuah pesawat dengan tulisan "if you don't come to democracy....democracy will come to you". Menggelitik memang, jika kalian tidak membawa demokrasi kedalam gaya hidup bernegara maka pesawat-pesawat tempur amerika akan mengajarkan tentang demokrasi, begitulah kurang lebih maksudnya.
     
     Menggelitik mungkin bukan kata yang tepat jika sudah berbicara fakta dan data, namun apalah arti sebuah kata ketika tak lagi diperhatikan. Telah ribuan tulisan yang berbicara tentang kegilaan demokrasi ala negara koboy itu. Telah ribuan tetesan darah yang dituangkan menolak demokrasi ala AS itu masuk kenegara mereka. Ribuan militan pejuang di Afganistan telah berpeluh darah dan bermandikan nanah hanya untuk mempertahankan tanah mereka dan menolak demokrasi ala AS. Negara Paman Sam dengan dalih senjata pemusnah masal dan otoritrianisme yang ada di Afganistan menjatuhkan berton-ton bom. Kemudian hal senada juga terjadi di Iraq, Mesir, Suriah. Dengan dalih memperbaiki peradaban AS menghancurkan keberadaan peradaban itu sendiri. Seakan lupa bahwa ada manusia-manusia yang tak berdosa dibawah raungan pesawat tempur AS. Demokrasi dan HAM harus ditegakkan di timur tengah, itulah alasan AS secara intelktual. 

     Apapun alasan AS dalam menginvasi negara-negara timur tengah, militer bukan solusi untuk menyebarkan faham politik. Dengan perang senjata konvensional saja mereka (AS) mengatakan bahwa itu adalah penegakan HAM dan Demokrasi. AS memperbaiki tatanan kehidupan dunia yang rusak oleh senjata pemusnah masal dan otoriterianisme. Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat (8) hingga ayat (19) telah jelas ditunjukan bahwa ada sekelompok orang yang nantinya mengaku beriman namun justru ia adalah kafir sesungguhnya. Ada sekelompok kaum yang mengatakan akan memperbaiki dunia namun justru menipu diri mereka sendiri dan sesungguhnya malah merusak tatanan dunia. Orang-orang seperti itu adalah orang-orang munafik yang pada saatnya nanti akan menjadi tuli, buta dan bisu sesungguhnya.

     Surat Al Baqarah ayat (8) mengatakan : "Dan diantara manusia ada yang berkata, kami beriman kepada Allah dan hari akhir. Padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman". Selanjutnya ayat (9) menjelaskan pula : "Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal sesungguhnya mereka hanyalah menipu dirinya sendiri tanpa mereka sadari". Itulah Amerika Serikat, dengan tipu muslihat HAM dan Demokrasinya mereka bermaksud menguasai timur tengah dan merusak tatanan yang ada. Lebih jelas Al Qur'an dalam surat Al Baqarah ayat (11) menyatakan "Dan apabila dikatakan kepada mereka, janganlah berbuat kerusakan di Bumi!!, Mereka justru menjawab, bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang memperbaiki". Persis sama seperti apa yang dilakukan AS ke timur tengah. AS membawa misi HAM dan demokrasi dengan dalih memperbaiki keseimbangan dunia, padahal mereka justru merusak keseimbangan tatanan dunia. Luar biasa keajaiban Al Qur'an dalam membaca masa depan. Telah ada pesan-pesan dengan dimensi ketuhanan yang harus kita fahami maknanya, dan percayalah bahwa Allah tidak tidaur untuk membinasakan orang-orang yang nantinya Bisu, Tuli dan Buta sebenarnya. AS akan dilaknat dan orang munafik akan dibinasakan, itulah janji Allah dalam Al Qur'an.

     Semoga pesan ketuhanan yang ada dalam Al Qur'an mampu diterima dengan baik oleh pemimpin dunia dan juga pemimpin Indonesia yang akan terpilih di 2014. jangan sampai pemimpin Indonesia tergolong dalam apa yang diterangkan oleh Al Qur'an surat Al Baqarah ayat (8) sampai ayat (19). Tak ada ruginya menolak AS sebagai kiblat politik, tak ada ruginya membanggakan dan mempraktekan kepribadian bangsa sendiri dalam berpolitik maupun berbudaya. sebab AS bukanlah segalanya dan segalanya bukanlah berada di AS. Masih jelas terngiang gaya Berdikari yang dicetuskan oleh Bapak Negara sepanjang MAsa, Sukarno.  Jayalah bangsaku dan Belajarlah bangsaku.

Bukan Soal Asalku, tapi perhatikan tujuanku,.

"Pantes nggak tertib, lha wong Tim*r kok"

"Woooooo, cen ra iso alon le omong, karang wong Sumat*ra"

"Cen medit, soale C*no"

     Identifikasi tersebut umum didengar dalam aktifitas sehari-hari kita. Ketika sesuatu yang tak sesuai kebiasaan kita dianggap sebagai milik ras tertentu dan bukan bagian dari ras kita. Sehingga superioritas kita akan suatu ras mengemuka ke khalayak. Menggelitik dan cukup lucu ketika secara global dunia melawan perilaku rasisme yang diskriminatif namun kita masih saja secara spontan melakukannya. Tidak bermaksud menyalahkan perilaku sehari-hari kita namun sedikit lebih menahan diri tentu akan mampu membuat kita lebih harmonis dalam interaksi sosial. Stigma ras tertentu itu pelit, ras tertentu itu penjahat perlu dijauhkan dalam kehidupan sehari-hari. Negara ini merupakan negara yang majemuk dengan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyannya. Rasisme menurut wikipedia.com didefinisikan sebagai suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu, bahwa suatu ras tertentu lebih superior atas ras yang lain sehingga ras tertentu itu bisa mengatur ras lainnya.

     Secara global dunia telah melawan perilaku rasisme yang diskriminatif sehingga ada berbagai macam traktat atau kesepahaman global atas penghapusan perilaku rasis. Indonesia yang memiliki Bhineka tunggal ika sangat rentan atas isu-isu rasis ini. Sekali saja isu tersebut disulut maka tak ayal bangsa ini akan membara. Tulisan ini sesungguhnya bukan semata-mata membahas persoalan tentang rasisme namun lebih kepada hal yang lebih jauh lagi, yaitu visi kebangsaan yang lebih jauh. Setiap kejadian itu bukan saja soal asal muasal para pelaku kejadian namun lebih jauh justru soal tujuah para pelaku.

     Kemampuan suatu golongan tidak didasarkan atas asal usulnya sehingga bukan asal usul yang seharusnya menjadi pembeda dalam sebuah pencapaian. Bukan asal usul yang penting namun justru tujuanlah yang perlu diperhatikan. Bukan soal Sumatera yang tak bisa bicara pelan tapi memang tata geografis Sumatera sajalah yang mengharuskan suara harus sedikit lebih keras. Bukan soal Timur atau Barat jika perilaku tertib tidak terjadi, perilaku tidak tertib itu bukan bawaan Timur atau Barat namun sudah menjadi karakter dasar manusia. Sehingga yang perlu ditekankan adalah Tujuan itu bukan didasarkan atas asal usul si pelaku namun justru dari mulia atau tidaknya tujuan itu. Mau orang Timur, Barat, Selatan, Utara yang namanya mencuri itu tetap saja salah. Tak peduli Timur, Barat, Selatan, Utara ketika membangun bangsa dan menegakkan agama Allah itu menjadi tujuan maka baik itu tetap baik.

MK tetap berwibawa, Moralitaslah yang tak terjaga....

     Mahkamah Konstitusi (MK) sempat menjadi kebanggaan banyak rakyat Indonesia dalam keteguhannya menjaga dan mempertahankan integritasnya secara kelembagaan maupun person per personnya. Sifat dan sikap kenegarawanan setiap hakimnya membuat decak kagum insan pencari keadilan, bahkan sempat jadi bahan lelucon bahwa Hakim MK sudah tidak doyan duit alias malaikat KW 1. Sungguh situasi yang membanggakan dan mengharukan ditengah carut marutnya moral pemimpin bangsa ini. Hal tersebut sungguh menjadi sisa-sisa keindahan bangsa ini selain keindahan alamnya. Sampai akhirnya MK dipimpin oleh Akil Mochtar yang diharapkan mampu kembali mengibarkan kebanggan rakyat atas idealismenya. Fiat Justitia Ruat Caelum.
     
     Namun apa yang diharapkan jauh dari keberhasilan, beberapa bulan menjabat, Akil diciduk oleh KPK di rumah dinasnya. Rumah Jabatan yang seharusnya bebas dari bau busuk kecurangan jadi tempat transaksi yang tak sepantasnya. MK yang seharusnya mampu menjadi role model dan menularkan kelebihannya kepada lembaga lain malah terjerembab dalam kubangan korupsi. Sang ketua, ketua yang biasa memutuskan final dan mengikat tak mampu menolak gemericik rupiah. Akil menerima suap dari orang yang berperkara di MK. Banyak komentator berkicau bahwa "MK runtuh", "ini gara-gara latar belakang si ketua adalah politisi/advokat". Tidak ada yang salah dari komentar itu, namun hanya seharusnya kita perlu mawas diri. Bersyukur sudah ada yang berani menangkap, selanjutnya mari kita tajamkan pengawasan kita kepada MK dan lembaga-lembaga lainnya.

     Beberapa waktu pasca bombastisnya penangkapan Akil, kemudian sang wakil Ketua MK, Hamdan Zoelva dilantik untuk menjadi Ketua MK menggantikan Akil yang bermoral buruk. Harapan kembali menggelora ditengah keterpurukan citra MK, apalagi sang Ketua baru menjanjikan bahwa beberapa bulan saja MK akan kembali kepada situasi semula. Kemantapan harapan itu kembali runtuh dan berujung pada kekecewaan pada Kamis, 14 November 2013. Sidang MK yang terhormat dan langsung dipimpin oleh Ketua MK rusuh dan kacau. Para pengunjung sidang tidak terima dengan putusan yang ada. Hakim-hakim MK dikejar dan ruang sidang diobrak-abrik. Sungguh memalukan, setelah Akil yang memalukan bangsa secara Kepemimpinan maka kali ini kejadian dihari Kamis tersebut kembali memalukan bangsa secara kelembagaan dan kenegaraan. Rumah negara, yang seharusnya steril dan aman dikacaukan oleh segelintir orang tak bertanggung jawab sehingga terjadi aksi anarkis. Banyak komentator berkicau bahwa kejadian tersebut akibat wibawa MK runtuh, namun bagi penulis kejadian tersebut bukan soal wibawa MK yang runtuh namun justru soal masyarakat yang tidak siap berdemokrasi dan berperilaku hukum secara baik serta pihak keamanan yang kecolongan. MK tetap pada wibawanya, MK tetap terhormat, oknum-oknum itu saja yang berperilaku tidak terhormat dan polisi yang tidak sigap. Dalam hal ini kecenderungan pemicunya adalah oknum yang tidak sadar akan ketimurannya dan dasar moralitas kebangsaannya. Lupakan soal polisi yang selalu beralasan soal prosedur tetap pengamanan dan protokoler. Sampai kapanpun yang namanya polisi sulit untuk berjiwa besar mengakui bahwa mereka kecolongan, intinya hal tersebut sudah prosedural.

     Kejadian di dalam proses persidangan MK tersebut sungguh memalukan dan dapat secara kasat mata dikategorikan sebagai "contempt of court" atau perlawanan/penghinaan terhadap kekuasaan peradilan. Sungguh ironi dalam sebuah negara hukum dimana lembaga peradilannya dilecehkan dirumahnya sendiri. Di Indonesia "contempt of court" pertama kali dikenal dalam Undang-Undang no. 14/1985 tentang Mahkamah Agung. Sekali lagi dapat dikatakan bahwa kejadian di gedung MK tersebut bukan soal tidak adanya kewibawaan MK namun justru oknum yang bersidanglah yang tidak bisa menghargai kewibawaan lembaga peradilan. Kejadian tersebut jelas merupakan kategori "contempt of court" dimana peradilan dilecehkan, yang pada akhirnya dapat menjadi auto kritik kepada bangsa ini. Janganlah para komentator berkomentar soal wibawa peradilan sementara para oknum pengacara, oknum pengajar, oknum petugas negara masih saja membuka peluang untuk serong. Para komentator yang notabene adalah pengajar tersebut seharusnya ikut bertanggung jawab atas rusaknya moralitas para oknum tersebut. Lewat komentar-komentar sinisnya, para komentator tersebut seharusnya juga bisa dikategorikan sebagai "contempt of court" dimana komentator-komentator tersebut kadang sering melecehkan hakim dan lembaga peradilan yang mulia dengan komentar-komentarnya. Di beberapa negara, diantaranya Amerika dan Inggris "contempt of court" telah menjadi isu yang sensitif sejak lama, namun dibangsa ini "contempt of court" masih saja dibahas dan dibahas tanpa tau ujungnya (masih dalam RUU). Inggris telah membuat "contempt of court act"  pada tahun 1981. sehingga pendefinisian dan klasifikasi "contempt of court" telah jelas sehingga lembaga peradilan telah sangat menjadi lembaga yang agung. Sehingga masyarakat memiliki kewajiban untuk menghargai peradilan tanpa ada alasan pembantah.

     Di Indonesia "contempt of court" masih secara umum diatur dalam KUHP yaitu dalam pasal 207, 217, 224. Memang belum ada aturan yang khusus untuk konten "contempt of court". Sehingga perilaku amoril terhadap lembaga peradilan masih saja sering terjadi, apalagi saat ini media telah sangat cepat berkembang. Adanya media sosial seperti Twitter, Facebook, Path, dll., seharusnya dapat menjadi pendorong atas lahirnya aturan khusus yang mengatur soal "contempt of court". Sehingga bukan lagi lembaga peradilannya yang dianggap tak berwibawa namun sebaliknya masyarakatlah seharusnya yang mampu menempatkan diri dalam setiap situasi dan keadaan. Maka MK bukan tidak berwibawa namun kitalah yang seharusnya mengintrospeksi diri kita, sudahkah kita secara benar menempatkan hukum sebagai panglima, meletakan moralitas sebagai dasar berperilaku. Bangsa yang besar tidak hanya mampu menghargai masa lalunya namun juga harus memiliki visi yang jelas untuk masa depan bangsanya sendiri. Menghargai peradilan, meletakan hukum dijalurnya dan mendasari perilaku dengan moralitas adalah pribadi aseli bangsa yang wajib dibangun. Bukan saja #saveMK atau #saveKPK namun justru keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukumlah seharusnya yang diselamatkan. #savejustice



Kamis, 03 Oktober 2013

JUSTICE FOR SALE......

justice for sale

      Kabar mengejutkan dan menyentak nurani terjadi pada Rabu, 2 September 2013 pukul 22.00 WIB. Lembaga nan Agung dan dianggap suci seakan rontok kewibawaannya. Tak beberapa lama 8 orang lainnya mengadakan konfrensi pers untuk menyampaikan pernyataan sikap, dan nampak jelas raut wajah tegang menghiasi keberadaan mereka malam itu. Secara pribadi penulis-pun menaruh rasa hormat dan kagum pada lembaga yang agung dan berwibawa tersebut. Namun seketika rasa sedih dan terpukul seakan membuat banyak insan hukum hilang harapan. Mahkamah Konstitusi yang dianggap sebagai lembaga bersih tanpa celah itu akhirnya rontok oleh Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Anis Baswedan dkk. Sungguh ironi mengerikan, seakan bangsa ini telah sangat akut sakitnya, sampai-sampai seorang ketua Mahkamah Konstitusi bisa disuap untuk sebuah urusan yang sepele. Konflik PEMILUKADA bukanlah masalah kebangsaan yang besar namun kemudian konflik PEMILUKADA itu menjadi besar ketika AKil Mochtar terlibat didalamnya.
      
      Ratusan bahkan ribuan komentar di dunia maya senada dengan banyak nurani lain, bahwa mereka sedih dan kecewa. Dalam putusan MK 6 tahun lalu, MK menyatakan bahwa Hakim MK tak perlu diawasi oleh KY dan KY cukuplah mengawai Hakim Mahkamah Agung saja. Putusan yang dianggap sebagai putusan ultra petita itu oleh banyak ahli hukum dianggap langkah mundur, sebab negara dipertaruhkan nasibnya oleh 9 orang (yang dianggap) mulia padahal mereka juga manusia. Dengan diawasi saja masih banyak pencoleng-pencoleng yang beraksi apalagi yang tanpa pengawasan. Pada akhirnya memang soal integritas itu bukanlah soal ada pengawasan atau tidak, namun itu adalah bawaan dari nurani masing-masing. 

Jumat, 27 September 2013

Kebijakan Murahan Mobil Murah

Kebijakan Murahan Mobil Murah

     
      Ketika berada pada jenjang sekolah menengah, tentunya pelajaran soal kebutuhan-kebutuhan hidup manusia adalah pelajaran diluar kepala. Saking diluar kepalanya maka jelas telah banyak orang yang memahami konsep dan definisi dari masing-masing kebutuhan tersebut. Kebutuhan primer jelas telah diketahui bersama sebagai kebutuhan pokok dan utama dalam kehidupan, dimana bila tak ada pemenuhan kebutuhan primer maka penyakit sosial akan muncul. Kemudian level selanjutnya adalah kebutuhan sekunder dimana dalam level ini yang terjadi adalah aktualisasi diri dari masing-masing individu setelah kebutuhan primernya terpenuhi, seperti pendidikan, rekreasi, dll. Pada level ketiga, yaitu kebutuhan tertier dimana dalam levelan ini yang terjadi hanyalah pemenuhan rasa dan ambisi diri dari individu-individu yang kebutuhan primer dan sekundernya telah terpenuhi, seperti mobil, pesiar keluar negeri, dll. Definisi singkat tersebut telah lama tertananm dan diajarkan di sekolah-sekolah sampai saat ini. Namun belakangan terjadi hal menggelitik dan lucu di negeri ini, dimana mobil murah seakan menjadi kebutuhan pokok rakyat Indonesia. Para politisi berpolemik terkait kebijakan mobil murah. 

     
   Jokowi sang "politibriti", dalam sebuah kesempatan menyatakan bahwa yang benar itu adalah transportasi murah, bukan mobil murah. Senada dengan Jokowi, Gubernur jateng, Walikota Solo, Walikota Bandung, ikut menolak kebijakan mobil murah. Argumentasi tokoh-tokoh tersebut tak beda jauh dengan Jokowi, yaitu soal kepadatan lalulintas dan transportasi masal. Pendapat berbeda jelas muncul dari banyak politisi pro pemerintah dimana kebijakan mobil murah dianggap penting dan dibutuhkan oleh masyarakat. Ramadhan Pohan, Sutan Batoegana adalah beberapa dari yang pro terhadap kebijakan mobil murah. Ini adalah soal transportasi yang sudah padat, begitu kata yang kontra kebijakan namun bagi yang pro, penolakan kebijakan mobil murah hanyalah panggung politik bagi Jokowi, sehingga penolakan itu bukan aspirasi yang murni dari masyarakat. Dalam pola argumentasi penolakan yang dikaitkan dengan persoalan transportasi mungkin memang benar argumen itu bukan murni dari masyarakat sebab kalaupun ada penolakan dari masyarakat jelas bukan karena sebab belum adanya transportasi murah, tapi masyarakat lebih butuh sembako (kebutuhan primer) murah ketimbang transportasi murah apalagi mobil murah.

      Lebih baik tak bermobil tapi kenyang dan terlindungi dari panas dan hujan daripada bermobil tapi tak mampu mengenyangkan keluarga dirumah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga Maret 2013 jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 28,07 juta orang, turun 520 ribu dibandingkan September 2012 yang tercatat 28,59 juta orang. "Jumlah penduduk miskin atau penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Indonesia mencapai 28,07 juta orang atau 11,37 persen," ujar Kepala BPS Suryamin di Jakarta. Suryamin mengatakan selama periode September 2012-Maret 2013, jumlah penduduk miskin di kawasan perkotaan berkurang 180.000 atau dari 10,51 juta orang menjadi 10,33 juta orang. "Sedangkan di daerah pedesaan berkurang 350.000 dari 18,09 juta orang menjadi 17,74 juta orang, untuk periode yang sama," katanya. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun dari 8,6 persen menjadi 8,39 persen, dan di daerah pedesaan turun dari 14,7 persen menjadi 14,32 persen. Menurut Suryamin, penurunan jumlah penduduk miskin didorong inflasi umum yang relatif rendah selama periode September 2012-Maret 2013 yaitu sebesar 3,2 persen dan peningkatan upah harian buruh tani serta buruh bangunan masing-masing 2,08 persen dan 9,96 persen (ANTARA News).

     
      Berdasarkan paparan data dari BPS tersebut, jelas terungkap bahwa masih ada 28 juta orang yang masih membutuhkan sembako murah ketimbang mobil murah. Pemerintah dalam kebijakannya kali ini dapat dikatakan hanya membuat kebijakan murahan demi sebuah "perang politik". Ketika Jokowi dengan kebijakanya memanggil banyak investor transportasi masal ditandingi oleh pemerintah pusat dengan kebijakan yang lebih banyak mendatangkan investor otomotif dimana bila boleh berburuk sangka, sesungguhnya ini adalah perang antara kekuatan bisnis, kekuatan perusahaan pengembang transportasi masal dengan perusahaan pengembang otomotif individu. Orang miskin tak perduli akan kebijakan-kebijakan yang murahan itu, yang penting sembako murah dan tempat tinggal ada. Naik gerobakpun akan terasa nyaman bila perut telah tenang. Selain soal perut, ada sisi lain yang juga ternyata membuat rakyat kita menjadi lupa diri. Dalam kebijakannya di mobil murah ini, pemerintah pusat mendidik rakyat untuk lebih mendahulukan prestise daripada kepentingan primer dan sekunder. Gengsi lebih penting daripada makanan yang sehat dan pendidikan yang berkualitas. Bermobil dulu, urusan kenyang dan pintar belakangan. Kebijakan murahan itu membuat gengsi lebih baik dijaga ketimbang pintar dan kenyang, sungguh miris. Punya mobil dulu, sekolah belakangan. Selalu dibodohi dengan perilaku konsumtif dan jauh dari harapan rakyat yang produktif.

      Selain urusan perang industri dan soal membangun karakter bangsa, kebijakan murahan pemerintah ini jelas akan membuat spekulasi-spekulasi ekonomi bergejolak dimasyarakat. Data terakhir mengatakan bahwa telah ada ribuan pemesan mobil murah dan pesanan itu akan segera diproses. Coba perhatikan sudut lainnya, dimana diantara ribuan pemesan mobil murah itu tak semuanya akan membayar dengan cara tunai. Tentu akan ada diantara pemesan yang melakukan pembelian dengan cara kredit dan mencicil. Dari sudut perbankan mungkin ini sinyalemen baik dan positif, namun perhatikan jauh kedepan bahwa kemungkinan kredit mavetpun akan ada banyak. Berkaca pada kebijakan mobil murah Thailand, rakyat Thailand berbondong-bondong membeli mobil murah dengan cara kredit, setahun kemudian, kredit-kredit macet mulai menggurita dan tentunya masalah soasial baru akan mengganggu perekonomian dan perbankan. Di Thailand yang kecil itu kredit macet mencapai 10 % dari total pengajuan mobil murah, dap[at dibayangkan bila itu terjadi di Indonesia yang secara karakter telah diracuni oleh pemerintah dimana yang penting gengsi dulu yang lain belakangan.

     
      Sungguh ironi yang tragis, melalui kebijakan murahan mobil murah pemerintah secara perlahan merusak karakter bangsa. Mobil murah jauh lebih penting daripada sembakao murah dan pendidikan murah. 28 juta orang miskin akan tetap miskin ditengah-tengah hiruk pikuk lalu lalang mobil murah. Ini bukan soal panggung politik menuju 2014, tapi ini soal bangsa. Jangan hanya mencari sumber pemasukan untuk kepentingan 2014 yang katanya ini akan memperbaiki kekusutan ekonomi dan sumber pajak negara tapi..................................
Lebih baik membenahi dulu fasilitas umum yang ada agar distribusi sembako murah, pendidikan murah, kesehatan murah dapat secara umum dinikmati oleh rakyat Indonesia. Buat apa mobil murah jika menjadi dokter yang berkwalitas harus ke Jawa dulu dan menghabiskan ratusan juta tanpa bisa dilakukan di Papua. Buat apa transportasi murah jika masih ada gedung-gedung sekolah di Sulawesi, Ambon, Kupang yang bocor dan tidak standar. Buat apa mobil murah jika busung lapar masih ada di salah satu sudut kota Jakarta.

Senin, 23 September 2013

Polisi Di Dooorr, RUU Kamnas Sulit untuk Kendor (Tumbal RUU Kamnas dan PEMILU 2014)

Polisi Di Dooorr, RUU Kamnas Sulit untuk Kendor 
(Tumbal RUU Kamnas dan PEMILU 2014)

      Dalam beberapa bulan terakhir Kepolisian Republik Indonesia sedang diliputi rasa was-was bercampur duka. Beberapa petugas terbaik mereka gugur di "dor" oleh orang-orang tak bertanggung jawab yang hingga kini belum terungkap secara terang siapa pelaku dan apa motifnya. Dalam sebuah acara di tivi merah, seorang narasumber yang merupakan pengamat terorisme menyebutkan beberapa alasan dan kemungkinan motif soal mengapa polisi menjadi sasaran peluru. Sebuah analisa yang menarik dari pengamat terorisme tersebut adalah soal kompetisi negatif antar seragam, dimana ada kecemburuan dan "perebutan" wewenang antara si "loreng" dan si "coklat". Hal tersebut bukan isu baru dalam perjalan bangsa ini, persaingan si "loreng" dan si "coklat" acapkali terjadi dalam label "proyek pengamanan" suatu objek bisnis. Lebih jauh dari hal itu, sesungguhnya persaingan "loreng" dan "coklat" sesungguhnya telah masuk kedalam ranah yang lebih intelek, dimana kewenangan kepolisian terancam dilucuti dengan dalih Undang-Undang Keamanan Nasional.

      Sejak digulirkan beberapa tahun lalu, RUU Kamnas seakan kalah seksi jika dibandingkan dengan isu-isu atau pemberitaan lain dimana seharusnya RUU tersebut perlu juga kita cermati bersama. Dalam hal ini penulis tidak sama sekali bertujuan untuk pro terhadap salah satu korps namun yang perlu dicermati adalah sejauh mana kepentingan nasional menjadi tujuan utama munculnya RUU tersebut, bukan hanya demi kepentingan golongan politik tertentu. Setelah gugurnya kewenangan polisi di ranah keimigrasian, kini ada kemungkinan kepolisian akan semakin mandul. Polisi saja yang diberi kewenangan dalam penanganan kemanan nasional terkadang masih sering salah dan berlebihan apalagi jika militer dilibatkan, maka bangsa ini akan mengalami kemunduran. Kembali pada kasus seringnya polisi menjadi sasaran tembak belakangan ini, dimana situasi tersebut seakan memunculkan perasaan resah dan gelisah dimasyarakat. Beberapa headline pemberitaan online bahkan memasang judul "Polisi saja ditembak apalagi rakyat biasa". Sungguh ironi dan menyedihkan. 

      Polisi yang menurut undang-undang nomor 2 tahun 2002 pasal 13 memiliki tugas pokok untuk memelihara keamanan dan menjaga ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, mengayomi dan memberi perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat seakan dicap tidak mampu memberi perlindungan dan menjaga keamanan masyarakat karena semakin banyak polisi yang di "dor". Banyak pakar menyebut hal tersebut sebagai aksi balas dendam teroris kepada polisi sebagai akibat dari perlakuan Densus 88 kepada pelaku teror. Namun sedikit pakar yang berani mengemukakan analisis bahwa kejadian-kejadian polisi yang di"dor" tersebut adalah sebuah konspirasi besar demi lolosnya RUU Kamnas dan mulusnya suksesi 2014 dengan dalih darurat sipil. Dengan mengorbankan beberapa orang petugas terbaik Polri maka stigma negatif terhadap kemampuan polisi menjaga kemanan nasional akan terus berhembus dan melemahkan polisi.

      Dalam RUU Kamnas yang hingga kini masih dibahas oleh DPR dan bahkan masuk dalam Prolegnas 2013, terdapat beberapa hal krusial yang "membahayakan" demokrasi dan ketentraman masyarakat. Pokok bahasan yang krusial pertama, adalah unsur kerusuhan sosial pasal 14 ayat 1 yang dinyatakan bahwa status darurat militer dapat diberlakukan salah satunya apabila terjadi kerusuhan sosial. Dalam pasal tersebut kerusuhan sosial dapat diasumsikan sebagai sebuah pemberontakan yang membahayakan bila telah anarkis. Kerusuhan sosial bukanlah kerusuhan yang militeristis dan penuh akan gerakan yang bersenjata. Darurat militer seharusnya hanya diterapkan dalam situasi yang memang memungkinkan munculnya ancaman pemberontakan bersenjata. Seperti juga yang telah tertuang dalam SOB (Staat van Oorlog en van Beleg /Undang-Undang Keadaan Bahaya) pada era orde lama. Telah ada pengaturan secara jelas dan tegas mengenai kapan dan bagaimana keadaan bahaya itu di dalam SOB. Jadi sebaiknya RUU Kamnas perlu merujuk pada SOB sehingga hal-hal yang berlebihan dan tidak perlu dapat dihindarkan dari RUU Kamnas. Bahayanya jika kerusuhan sosial masuk dalam definisi Darurat Militer maka pada Pemilu 2014, akan memunculkan 2 kemungkinan, yaitu kudeta dan perpanjangan kekuasaan dari rezim yang berkuasa.

     Seperti kejadian 1998, dimana seharusnya Militer tak perlu masuk sebab situasinya hanya pada level kerusuhan sosial dan itu artinya kondisi masih dalam status darurat sipil. Hal krusial kedua dalam RUU Kamnas adalah pada pasal 17 ayat 4, dimana disebutkan disana bahwa pemerintah memiliki peran potensial dalam menyatakan sebuah situasi darurat sipil atau darurat militer tanpa ada fungsi pertimbangan maupun pengawasan. Hal inilah yang sebelumnya telah dipaparkan dimana dapat saja rezim yang sedang berkuasa membuat skenario mengenai ancaman potensial dan aktual yang dapat mengganggu jalannya pemerintahan. Ketika ada aroma Pemilu yang kacau (atau bahkan telah di setting Pemilu untuk gagal) maka Penguasa (dalam hal ini Presiden) dapat saja mengeluarkan Perpres untuk mengerahkan pasukan untuk mengamankan situasi. Bisa saja bambu untuk mengibarkan bendera dianggap sebagai senjata dan itu dimaksudkan sebai gangguan potensial dan aktual maka habislah demokrasi di bangsa ini. Peraturan perunndangan dijadikan alat legitimasi bagi penguasa untuk memuluskan kekuasaannya, yang terjadi hanya "regenerasi sektoral" yaitu sektor penguasa saja bukan bangsa.

      Hal krusial selanjutnya adalah soal kewenangan dan tugas militer dalam pengelolaan keamanan nasional dimana militer yang seharusnya cukup berada pada ranah pertahanan ditarik masuk untuk ikut-ikutan menangani keamanan nasional dimana hal itu seharusnya menjadi tugas pokok polisi. Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 pasal 5 sampai pasal 10, peran, fungsi dan tugas TNI pada intinya adalah sebagai alat negara dalam bidang pertahanan dari ancaman bersenjata dan perbantuan bagi keamanan nasional. Telah dijelaskan dalam UU tersebut bahwa militer hanya memiliki tugas perbantuan dalam hal keamanan negara, bukan secara pokok ikut terlibat dalam keamanan nasional. Jika secara pokok militer terlibat dan seperti apa yang tertuang dalam pasal  14, 17, 27 RUU kamnas maka militer memiliki porsi besar terhadap keamanan nasional dimana  sirkulasi politik yang dapat memicu kerusuhan sosial dapat dianggap sebagai hal yang sangat membahayakan negara dan sebagai bagian dari Dewan Keamanan Nasional maka militer dapat mengambil alih. Kudeta memungkinkan di 2014 karena menurut kaca mata politik, kans kerusuhan sosial sangat mungkin terjadi pada 2014, karena begitu mepetnya waktu suksesi dan begitu tersebarnya kekuatan politik yang ada sehingga mau atau tidak mau jika ada kandidta yang mengajukan gugatan  ke MK maka penguasa yang ada secara konstitusional tidak boleh lagi memerintah dan lazimnya militer yang mengambil alih. Tidak buruk memang, namun jika kemudian RUU Kamnas disahkan dan situasi 2014 memburuk maka peluang terbuka bagi Indonesia yang kembali militeristik.

     

Jika dilihat dari analisa sederhana terhadap situasi belakangan dimana polisi kerap kali menjadi sasaran peluru maka perlu kita kawal bersama konten dan muatan politis dari RUU Kamnas agar negara yang tengah memperjuangkan demokrasinya ini tetap menjadi bangsa yang berdaulat atas bangsanya sendiri, bukan bangsa bodoh yang bisa ditindas bangsanya sendiri. Cukuplah militer sebagai alat negara dalam bidang pertahanan dan polisi sebagai garda depan penjaga keamanan nasional. Daripada buang-buang anggran untuk membuat UU baru tentang keamanan nasional lebih baik memnciptakan konsep dan paradigma baru tentang polisi yang memasyarakat (tidak angker) dan militer (TNI) yang lebih membanggakan. Jangan hanya menjadi polisi yang dianggap angker dan selalu mencari kesalahan masyarakat dan TNI yang arogan dan tak tersentuh bak menara gading. Jauhkan situasi dan kondisi yang ada dari konspirasi nasional demi kepentingan politik praktis. Salam dan jayalah TNI/Polri, Jayalah Bangsaku.

Jumat, 16 Agustus 2013

(dulu) Merdeka atau Mati!!! (sekarang) Merdeka dan Matii...



(dulu) Merdeka atau Mati!!! (sekarang) Merdeka dan Matii.....


     
      Bulan Agustus menjadi bulan yang penuh suka cita bagi bangsa Indonesia. Melalui proses yang panjang dan melelahkan, Agustus menjadi bulan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Dwitunggal Soekarno-Hatta di bulan Agustus pada tanggal 17 tahun 1945 atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Keringat dan darah dikucurkan demi daulatnya ibu pertiwi, Soedirman memimpin perang gerilya walau kondisi fisik melemah. Kartini, Dewi Sartika memperjuangkan hak-hak perempuan yang selalu dianggap terbelakang. Kapiten Pattimura, Sultan Hasanuddin, Christina Martha Tiahahu, Frans Kaisiepo, dengan lantang menyuarakan kobaran semangat Indonesia dari timur. Barat ke Timur, Utara ke Selatan, tiap jengkal wilayah dipertaruhkan dengan nyawa. Sebelum kemerdekaan maupun setelah kemerdekaan para putra ibu pertiwi rela menumpahkan darahnya demi tegaknya merah putih. Pahlawan Revolusi, Pahlawan Reformasi, merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia. Bukan sekedar merdeka biasa, tapi harapan merdeka sesungguhnya.
    
     Ketika era 60-an hingga 90-an, semangat dan jiwa patriotisme putra-putri ibu pertiwi dengan mudah ditemukan. Nilai-nilai kepahlawanan muncul dengan idealisme nasionalis yang kuat. Berbondong-bondong orang akan mendengarkan dengan seksama pidato Soekarno di radio, terik panas bukan halangan untuk sekedar melihat sang bapak bangsa. Pasca Soekarno menjabatpun, nilai-nilai kepahlawanan dan jiwa nasionalisme tetap saja terkekang dalam sanubari, bioskop keliling dan televisi umum dikerumuni oleh banyak warga yang ingin sekedar menonton film-film perjuangan. Judul-judul seperti: Enam Djam di Djogja (1951), Anak-Anak Revolusi (1964), Janur Kuning (1979), Serangan Fajar (1981) merupakan cerita sederhana yang dapat dengan cepat memainkan imajinasi nyata sikap nasionalis para putra-putri pertiwi. Selepas film-film yang mengimajikan para putra-putri pertiwi, era 90-an masih mampu membendung arus liberalis yang individualis dengan lomba-lomba yang tak kalah nasionalis-nya dibanding imajinasi film tersebut. Bendera merah putih masih mampu membuat tiap putra-putri pertiwi menantikan Agustus sebagai bulannya kemerdekaan. Bahkan nasionlisme di era 90-an tak hanya sebatas Agustus yang membahana merah, namun juga pada peringatan-peringatan seperti G-30 S - PKI, Hari pahlawan 10 November, Hari Kartini 21 April, dll. Hampir semua tanggal bersejarah mampu kembali mengimajikan alam pikiran para putra-putri pertiwi kedalam semangat nasionalis.

     Arus perubahan yang semakin meluas seakan tak mampu lagi dibendung oleh jiwa-jiwa patriot yang nasionalis. Kebobrokan moral mulai merasuki para pemimpin bangsa yang tadinya juga kuat nasionalismenya. Atas nama kepentingan pribadi, golongan dan bahkan keluarganya, harta bangsa dikeruk, rakyat dibodohi dengan surga kemakmuran yang ternyata hanya fatamorgana. Terungkap bahwa "negara digadaikan atas nama pembanguan". Gerbong orde baru yang menganggap orde lama tak layak lagi memimpin kemudian digusur oleh orde reformasi yang katanya menjanjikan sesuatu yang lebih baik. Habibie "disingkirkan" dan mulailah era reformasi menjadi pahlawan baru.

     Reformasi digadang-gadang mampu membawa perubahan yang signifikan bagi bangsa Indonesia. Reformasi harus pada segala bidang, sehingga "reform" (format ulang) terhadap bangsa ini pada akhirnya mampu memberikan pencerahan dan pembersihan pada tempat-tempat yang kotor. Mei 1998 reformasi berhasil menggulingkan penguasa yang telah memimpin selama 32 tahun. Dalam semangatnya reformasi justru melahirkan pergolakan politik yang cukup liar. Reformasi melahirkan 48 partai dalam pemilu pertama setelah jatuhnya orde baru. Pemilu pada era reformasi tersebut diharapkan mampu memberi nuansa "benar" dalam proses bernegara selanjutnya. Konstitusi yang oleh orde reformasi dianggap tidak reformis diubah sebanyak 4 kali. Perubahan demi perubahan dilakukan oleh penguasa era reformasi, tak semuanya buruk dan juga tak semuanya baik. Era reformasi memang pada akhirnya memberikan warna tersendiri terhadap nilai, jiwa dan semangat nasionalisme para putra-putri pertiwi.

     Sejak ditumbangkannya penguasa orde baru pada Mei 1998, Reformasi memberikan banyak perubahan. Termasuk perubahan karakter bangsa yang mulai lepas dari polanya. Bangsa ini menjadi lebih tidak sabaran dan agresif. Secara struktural ketatanegaraan mungkin reformasi memberikan dampak yang cukup signifikan bagi Republik Indonesia. Lembaga negara mengalami reposisi yang cukup tajam, beberapa lembaga baru dibentuk sebagai amanat konstitusi. Kecenderungan executive heavy turun drastis menjadi legislative heavy dan birokrasipun ikut-ikutan berubah. Namun kemudian mari perhatikan sudut lainnya dari pergerakan gerbong reformasi ini. Semangat reformasi yang oleh para tokohnya diharapkan dapat diterima dan diteruskan dengan baik oleh para putra-putri bangsa justru membuat bangsa ini tampak lebih liberal dan individualis. Bangsa ini justru terkoyak-koyak oleh kebebasan yang tercipta pasca reformasi.


Kemiskinan Moral yang melahirkan Kemiskinan Intelektual

     Pasca reformasi keadaan bangsa ini semakin tercabik-cabik oleh sesuatu yang bernama kebebasan dan hak asasi. Setiap individu merasa bebas dan memiliki hak asasi yang wajib dihormati tanpa merasa bahwa ada aturan atas itu semua. Tiap individu merasa bahwa haknya adalah hak yang paling asasi dan wajib dihormati, walaupun hak asasinya itu berjalan diatas perut-perut yang lapar. Kebebasan yang dimiliki tiap individu saat ini adalah kebabsan mutlak yang harus dijaga oleh setiap orang lainnya, walaupun kebebasan itu berada didepan penjara-penjara kehidupan individu lainnya. Perasaan miskin atas material dan kesejahteraan bukan merupakan masalah yang perlu dipecahkan oleh pemimpin bangsa ini. Negara ini pasca reformasi mengalami perubahan yang sangat drastis pada sisi moralitas kebangsaan. Rasa nasionalisme terkikis oleh kebebasan itu sendiri. Perut yang lapar masih bisa menahan teriknya sinar liberalisme, kerongkongan kering rela tidak menerima kebebasan yang ditawarkan jika kebebasan itu berdiri di atas kebebasan orang lain. Ketika moralitas bangsa ini mulai miskin maka kemiskinan lain akan segera menimpa putra-putri pertiwi. Kemiskinan Moral akan berimbas pada kemiskinan intelektual. Para kaya dan para cerdas lupa bahwa walau ditangan kanan dan kirinya bertabur kekayaan dan kecerdasan, mereka masih memiliki kaki untuk melangkah pada sesuatu yang baik.

     
     Para kaya lupa bahwa masih banyak langkah yang bisa dilakukan untuk mengisi perut-perut yang kelaparan, bukan justru menyumpal mulat penguasa dengan uang halanya yang kemudian menjadi haram dan busuk. Para cerdas cendikia lupa bahwa diluar kepalanya masih banyak kaum-kaum tak terdidik yang kepalanya kosong tak terisi oleh kecerdasan karena si cerdas hanya berusaha mencari kekayaan haram dengan kecerdasannya. Kemiskinan Moral dan Kemiskinan Intelektual yang terjadi di bangsa ini tak luput dari rasa patriotik dan jiwa nasionalis yang mulai luntur bahkan terhapus. Nasionalisme menjadi barang tak membanggakan, yang membanggakan adalah ketika anak 5 tahun dianggap cerdas ketika mampu bicara mother, father, i love you, i love america. Patriotisme dianggap tidak gaul dan tidak berkonsep kekinian ketika yang gaul dan kekinian itu adalah Ironman, Spyderman, dan Superman tidak ada lagi kisah teriakan lantang Bung Tomo, putra-putri pertiwi lupa siapa Ayam Jantan dari Timur, bahkan mungkin banyak yang tak lagi tau mengapa ada sebutan Si Jalak Harupat. Ironis, nilai-nilai kebangsaan dan nasionalis tak bernilai lagi dan gejala kemisminan moral yang pada akhirnya berujung pada kemiskinan intelektual telah akut pada bangsa ini. 


     Kiyai korupsi, maha guru korupsi, Al Qur'an dikorupsi, yang dianggap alim dan bersih ternyata sumbernya koruptor. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan pihak-pihak yang "tak terduga" memang tak dapat dijadikan indikator, namun bisalah untuk sekedar dijadikan sebagai tanda bahaya terhadap bangsa ini. Pedih memang namun itulah Indonesia, dalam kepedihanpun kita masih dapat membayangkan kejayaan. Masih ada harapan ketika memang putra-putri ibu pertiwi masih mau berharap, berharap atas kemampuannya sendiri. Bangsa ini bukanlah bangsa yang miskin moral, bangsa ini adalah bangsa yang moralitasnya terjaga, bangsa yang ramah dan sangat beretika. Santun adalah cara kita sebagai bangsa yang bermoral. Mulailah dari diri kita, lingkungan kita dan dari hal yang kecil. Antrilah sesuai aturannya, buanglah sampah pada tempatnya, santunlah dalam berucap. Bangsa ini juga bukan bangsa yang tak terdidik. Indonesia adalah bangsa cerdas, bangsa yang mampu dan berani bersaing dengan negara manapun. Indonesia memiliki sumber apapun yang tak banyak dimiliki bangsa lain. Mulailah dari yang kecil, mulailah dari didi sendir dan mulailah saat ini juga.  


     Kemiskinan moral dan kemiskinan intelektual bukan barang menakutkan selama kita memiliki pegangan nasionalisme dan jiwa patriot. 68 tahun bangsa ini telah merasakan kemerdekaan dan 68 tahun pula bangsa ini telah meneteskan keringat serta darahnya. Jika dulu terikan yang lantang disebut adalah: MERDEKA ATAU MATI!!!!! maka kembalikan teriakan itu pada jalurnya, MERDEKA ATAU MATII!!!!! Jangan biarkan teriakan itu menjadi kalimat penutup: merdeka dan mati... Bangkit dan berjuanglah wahai putra putri ibu pertiwi, Berdirilah diatas kaki sendiri. Hentikan penjajahan atas bangsa sendiri. MERDEKAAA...!!!!!

Senin, 05 Agustus 2013

Budaya Mudik, Mudik Budaya...

Budaya Mudik, Mudik Budaya...


     Ramadhan 1434 H telah hinggap diujung bulan, aroma lebaran makin terasa manis dipelupuk mata. Geliat para penikmat ramadhan tampak khusuk di setiap hening masjid. Hingar bingar kebersamaan muncul dijalanan seiring dengan perasaan was-was para penunggu kampung halaman. Mudik, sebuah hajatan besar yang sulit ditinggalkan dalam tradisi lebaran Indonesia. Mudik menjadi sesuatu yang harus bahkan hampir menjadi wajib hukumnya bagi mayoritas perantau. Belumlah terasa lebaran jika dalam perantauan si perantau belum pulang kekampung halaman dan membawa aroma kesuksesan. Mudik menjadi sebuah rutinitas tahunan yang banyak menghabiskan energi namun juga menciptakan geliat emosinal tersendiri. Jalanan penuh sesak dengan rombongan kereta besi yang seakan diburu oleh raungan kerinduang kampung halaman.
    
     Masih banyak perdebatan dan penelitian soal definisi dan sejarah mudik. ada yang bilang bahwa mudik itu berasal dari kata udik yang artinya kampungan, adalagi yang menyampaikan bahwa mudik itu berasal dari bahasa betawi, yang memfilosofikan pada hulu-dan hilir. Sebagian orang juga mendefinisikan mudik dalam kata yang berasal dari bahasa Arab. Dalam terminologi bahasa Arab mudik dapat didefinisikan dalam 3 buah pengertian yang masing-masing memiliki makna sendiri-sendiri namun tetap berkesimpulan satu. 

     Mudik dari akar kata “ adhoo-a” yang berarti “ yang memberikan cahaya atau menerangi”, ini bisa dipahami dengan mudah, bahwa mereka para pemudik itu secara khusus memberikan ‘cahaya’ atau menerangi kampung-kampung halaman mereka. 

     Mudik dari akar kata “ Adhoo-‘a”, yang berarti “ yang menghilangkan “, slanjutnya, mudik berasal dari bahasa arab yang berarti : orang yang menghilangkan. Hal ini juga akan mudah kita tangkap, bahwa mereka pemudik itu adalah orang-orang perantauan yang dipenuhi beban perasaan kerinduan, dan kesedihan karena jauh dari orangtua, keluarga atau kampung halamannya. Karenanya mereka melakukan aktifitas mudik , dalam rangka ‘menghilangkan’ semua kesedihan tersebut.

     Mudik dari akar kata “ adzaa-qo” yang berarti “ yang merasakan atau mencicipi “, orang yang mudik ke kampung halaman pastilah mereka yang ingin kembali ‘merasakan dan mencicipi’ suasana kampung tempat kelahiran. Akhirnya, istilah mudik dari manapun asalnya, sesungguhnya tetap bisa kita perluas dan selami maknanya dari ‘versi’ padanan kata bahasa arabnya.

     Apapun definisi dan sejarah yang kemudian menjadi dasar mudik, tradisi mudik telah lama dan lekat dalam darah daging budaya lebaran Indonesia. Mudik bukan lagi sekadar kerinduang akan kampung halaman namun telah menjadi budaya yang sulit ditinggalkan. Saking sulitnya mudik ditinggalkan atau diubah untuk sebuah hal yang modern, setiap perantau rela mempersiapkan mudiknya berbulan-bulan bahkan setahun sebelumnya. Resiko apapun ditempuh, seorang pemudik asal Malang bahkan melakukan budaya mudik ini dengan menggunakan becak untuk mencapai tujuan Semarang. Dimuat dalam republika.co.id tanggal 3/08/2013, Tony (34 tahun) mudik dari malang menuju semarang dengan menggunakan becak. Dapat dibayangkan bagaimana mudik menjadi sebuah tradisi (budaya) yang sangat melekat dan sulit ditinggalkan bagi masyarakat Indonesia. Resiko apapun yang muncul menjadi pertaruhan yang seakan sebanding dengan apa yang akan didapat oleh si pemudik di kampung halaman. 

     Salah satu contoh dari pemudik asal Malang tersebut sesungguhnya dapat dijadikan sebagai representasi bahwa mudik telah menjadi budaya nasional yang seharusnya dapat dikelola dengan baik. Resiko celaka dijalan, biaya tinggi, energi fisik yang terkuras dianggap sebanding dengan nuansa kampung halaman dan berkumpulnya keluarga. Resiko tersebut bukan hanya arus datang saja namun juga resiko yang mungkin muncul pada arus balik. Resiko pertama tetap sama, yaitu pada tataran resiko celaka, resiko biaya dan resiko energi namun juga termasuk resiko gegar budaya.

     Resiko gegar budaya  jelas termasuk dalam salah satu resiko yang muncul dalam setiap perhelatan mudik di Indonesia. Kedatangan para perantau yang membawa cerita sukses menjadi sebuah fatamorgana yang menyejukan bagi sanak famili di kampung halaman. Jika ingin sukses maka merantaulah, dan jika ingin merantau ya kekota besar. Cerita sukses yang terkadang bersifat fatamorgana menjadikan budaya mudik memiliki sebuah idiom baru yang tercipta, yaitu "mudik budaya". Ketika si perantau membawa "cerita suksesnya" kekampung halaman dan cerita itu menawarkan sebuah kefatamorganaan impian. Para penghuni kampung halaman yang seharusnya-pun bisa kreatif dikampung halaman jadi berubah haluan untuk ikiut-ikutan mengadu nasib (menyesaki kota). Para pribumi kehilangan semangatnya sebagi penerus kepribumian setiap kampung yang disinggahi pemudik. Kampung nelayan berubah menjadi kampung perantau, kampung tani berubah jadi kampung perantau.

     Keberadaan para kampungisme dirusak oleh cerita fatamorgana kotaisme dan kampung kehilangan budayanya. Ketika budaya mudik menciptakan mudik budaya dan berhulu pada masyarakat yang kotaisme. Seakan kesuksesan hanya tgersedia pada kota-kota rantau yang belum jelas kebenarannya. Petani teladan yang mengharapkan keturunanannya menjadi ahli tani dikampung berubah menjadi buruh tani di kota sebagai akibat dari cerita sukses yang masih fatamorgana. Kemudian terus berlanjut dan berantai sehingga tumpukan penduduk pribumi inim skill di kota menumpuk dan kembali mudik budaya memberikan hasilnya. Budaya mudik seharusnya dapat menjadi budaya yang baik ketika memang cerita yang muncul bukan fatamorgana kesuksesan. Ketika memang semua pemudik menjalani kisah mudiknya dengan apa adanya, bukan dengan kisah "kesuksesan" yang kosong. Sehingga pribumi yang berkwalitas tetap menjadi berkwalitas di buminya, tidak malah mandul akibat kotaisme. Mudah-mudahan tradisi (budaya) mudik tahun ini dapat memberi banyak pencerahan yang benar-benar cerah bagi keluarga kita dirumah. Selamat mudik dan jangan lupa berhati-hati dijalan, kampung halaman kita tetap disana dan tak usah terburu-buru meraihnya. Minal Aidzin Wal Faizin Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Presiden Republik BBM (Benar-Benar Miskin)

Presiden Republik BBM (Benar-Benar Miskin)


     Senin, 17 Juni 2013, Republik Indonesia kembali mengalami kegaduhan sosial - politik - ekonomi. Demostrasi dibeberapa kota besar betah bertahan hingga sore hari guna meramaikan kegaduhan tersebut. Konon katanya kegaduhan melalui demonstrasi-demonstrasi tersebut mengatasnamakan rakyat yang menolak kenaikan BBM yang direncanakan Pemerintahan SBY. Sedari pagi hingga malam, walau demonstran bertahan toh akhirnya DPR menyetujui usulan perubahan APBN dengan mengesahkan UU APBN Perubahan. Jika dipahami dan dicermati, maka sebenarnya apa sih peduli masyarakat dengan sirkus politik - ekonomi tersebut??? Masyarakat telah terbiasa dengan gaya-gaya lama pemerintah yang kembali membebankan masalahnya ke masyarakat, semua atas nama rakyat dan si presiden bersembunyi dibaliknya. jika si presiden tersudut maka rakyat akan diatasnamakan dalam curhatannya. Sungguh ironi ketika negara yang "gemah ripah loh jinawi" ini harus berkali-kali dikatakan miskin dan serba kekurangan.

     Sebenarnya seberapa miskin kah negara Indonesia ini, sehingga perekonomian harus diselamatkan dengan berkali-kali kenaikan BBM dengan dalih mengurangi subsidi. Berdasarkan Worldfactbook, BPS, dan World Bank, di tingkat dunia penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia termasuk yang tercepat dibandingkan negara lainnya. Tercatat pada rentang 2005 – 2009 Indonesia mampu menurunkan laju rata-rata penurunan jumlah penduduk miskin per tahun sebesar 0,8%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian negara lain semisal Kamboja, Thailand, Cina, dan Brasil yang hanya berada di kisaran 0,1% per tahun.  Bahkan India mencatat hasil minus atau terjadi penambahan penduduk miskin. Jika diambil dari data tersebut maka jelas bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia tiap tahunnya turun sehingga klaim pemerintah yang selalu mengatasnamakan masyarakat miskin itu masyarakat yang mana???
      

Jumat, 02 Agustus 2013

Sederhana Dalam Fikir, Anggun Dalam Sikap (1)

Sederhana Dalam Fikir, Anggun Dalam Sikap

     Siti Roemaeni, nama pertama mama yang diberikan oleh almarhum Mbah kakung Karsidan dan Mbah putri Siti Mainah. Mama yang lahir di Yogyakarta 2 Mei 1949 tidak terlalu lama memakai nama Siti Roemaeni, karena menurut ceritanya, nama tersebut tidak terlalu cocok dengan mama. Entah dari mana dasar pembenarannya, kemudian nama mama diubah menjadi Eny Budi Astututi. Mama dengan nama Siti Roemaeni dikisahkan sering menangis dan sulit dihentikan tangisnya, padahal nama Siti Roemaeni itu diharapkan oleh Mbah kakung dapat menjadi kenang-kenang saat keluarga kecil Mbah kakung menempati rumah barunya di seputaran Baciro. Walau berat tapi demi si bayi mungil yang sulit dihentikan tangisnya, Siti Roemaeni diganti menjadi Eny Budi Astuti dan alhamdulilah hingga kini nama itu masih menjadi idola saya dan tentunya keluarga yang lain. Mama lahir dalam keluarga sederhana dan penuh dengan keterbatasan, Mbah kakung yang yatim piatu berusaha sekuat tenaga membesarkan mama bersama Mbah Putri, sampai akhirnya mama dipersunting oleh Bapak (Drs. H. Djajusman, MS., SH., MH.) pada tanggal 10 Juni 1974.
     
     Itulah sedikit cerita soal latar belakang mama, perempuan luar biasa yang saat saya kecil, saya sering menganggap mama itu ribet soal pakaian. Belakangan saya mulai fahami dan coba mengerti, bahwa mama adalah perempuan luar biasa dengan fikiran sederhana namun elegan dan anggun dalam bersikap. Jika terdahulu telah sedikit saya berkisah soal Bapak, sekarang saya mau cerita sedikit soal mama, perempuan pertama yang saya anggap HEBAT. Dalam tulisan bapak saya berujar bahwa tulisan soal mama akan berjudul "dalam kesederhanaannya ia memberi kami kekayaan", namun sedikit saya rubah saja agar rasa dramanya lebih mengalir (hehe). Mama yang saya tau berasal dari keluarga sederhana dan mampu menjadikan ke-6 anaknya sebagai master di bidangnya masing-masing. Mama rela untuk menggadaikan emas, perhiasan dan barang-barang pribadi mama demi membayar biaya sekolah anak-anaknya dengan harapan kelak anak-naknya mampu menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik dari mama (susah sepertinya, karena mama hebatnya sulit ditandingi).

     Memori yang terekam dalam ingatan saya tentang mama cukup banyak, tapi dalam tulisan ini saya akan bercerita sedikit saja. Mama dimata saya merupakan sosok yang perfeksionis dan konsekuen. Ketika memang mama merasa belum nyaman belum enak maka mama akan turun tangan sendiri. Saking kami anak-anak memahami hal itu, pada pernikahan saya beberapa waktu yang lalu, kami, 6 bersaudara kompak melarang mama didapur. Kami ingin mama santai dan menerima tamu saja. urusan masak memasak untuk jamuan tamu sudah bukan tugas mama lagi. Tapi apa mau dikata, mama seorang perfeksionis yang konsekuen, tetap saja bolak balik kedapur mempersiapkan jamuan istimewa untuk keluarga. Rasa letih, capek dan ngantuk kadang mama lupakan demi jamuan yang istimewa dan sempurna. Semua bumbu harus siap sesuai polanya, semua jenis bahan makanan harus bersih dan terpotong dengan baik sesuai apa yang mama ketahui.Perfeksionisnya mama ini dalam sudut lainnya memberi kami pelajaran bahwa menyajikan sesuatu itu tidak boleh sembarangan, hal-hal kecil terkait kepantasan perlu diperhatikan. sungguh takjub saya ketika banyak orang menyajikan teh hangat ya begitu selesai diaduk tinggal disajikan. namun tidak begitu dengan mama, sangat jelas dalam ingatan saya bahwa mama mengajarkan untuk membersihkan buih-buih bekas adukan gula dalam teh. Menurut mama hal kecil itu bisa menimbulkan kesan negatif dan ngawur bagi beberapa tamu, terkesan seperti buih (maaf) ludah menurut mama. Luar biasa kan perfeksionisnya mama, belum lagi soal memotong kacang panjang saat masak gado-gado atau saat membuat adonan untuk masak bakwan. Beberapa dari kerabat telah tau sifat mama yang luar biasa ini. sederhana namun anggun dalam tampilan.

     Cerita lain soal mama adalah mengenai kemampuan mama mentransformasikan nilai-nilai kesantunan dan etika kepada kami. Belakangan kami sering memperhatikan anak-anak zaman sekarang yang kalau dimasjid lari-larian saat orang sedang sholat, atau saat bertamu kerumah orang kemudian anak-anak kecil pada masuk keruangan-ruangan dan "gumunan". Seingat saya, dari apa yang saya alami saja, sungkan dan takut rasanya kalau kami lari-larian di masjid saat yang lainnya sholat dan malu rasanya kalau dirumah orang kami keliling-keliling dan "gumunan". Sungguh dalam sikapnya dan dalam katanya mama selalu mengajarkan kami bagaiman bertamu yang baik, bagaiman bersikap yang baik. Suatu ketika pernah saya berujar kata "prek" saat ngobrol dengan adik saya, ya waktu itu usia saya sekitaran 12 tahhun. Tanpa babibu, mama menampar mulut saya, dan seketika itu saya jengkel dan ngambek ke mama. Ni mama kasar amat ya ama anaknya, betulah pikiran kanak-kanak saya ketika itu. Belakangan saya fahami, sudut lainnya dari sikap mama itu adalah kami, harus tau etika, etika bergaul, etika berbicara. Hebat sekali mama, tanpa perlu banyak teori, sikapnya secera sederhana mengajarkan keanggunan etika pada kami. Saya belajar banyak dari mama soal etika itu, dan akhirnya sekarang hal tersebut menjadi bahan diskusi saya dengan istri.

     Sderhana dalam fikir dan anggun dalam sikap, seperti itulah mama. Sering saya melihat dalam keseharian mama, mama berbeda pendapat dengan bapak. Secara alamiah, rasa jengkel mama kepada bapak tetap keluar dan tidak tertutupi, tapi katika memang mama harus tampil sebagai sosok seorang istri maka dalam kejengkelannya, mama tetap melayani bapak. Bandingkan dengan istri-istri jaman sekarang, palingan kalau jengkel ya ditinggal pergi, yang agak halusnya paling ditinggal tidur. Perhatikan sudut lainnya keanggunan sikap mama, walau hati dilanda kejengkelan, mama tetap tampil sebagai sosok istri yang melayani dan itu sungguh sulit untuk ditiru. Mama luar biasa, dalam sikapnya yang sederhana mama mengajarkan kami bagaiman seharusnya seorang istri itu, dan mama berhasil mencontohkan.

     Terakhir mungkin dalam tulisan ini adalah saat-saat menjelang pernikahan, ditengah ribetnya persiapan, dan riuhnya keadaan kadang ada sesekali konflik yang muncul. Ketika ada sebuah konflik muncul dan saya sempat ngobrol dengan mama, ini yang keluar dari bibir mama : "ki, ngomong itu mudah, tapi ngemong itu susah dan itulah yang selama ini mama lakukan.". Wow, mama yang saya kenal memang sangat jarang menasehati kami secara verbal (dalam kata-kata tapi sekalinya ngomong, dahsyat. Perhatikan mendalam, perhatikan sudut lainnya omongan mama itu. Dalam bahasa verbalnya (yang jarang sekali mama keluarkan) mama mengajari kami bagaiman susahnya menjadi seorang istri, seorang ibu yang ngemong banyak kepala. Banyak teori, banyak alasan yang bisa keluar tapi mama dengan "ngemong"-nya mengajarkan kesederhanaan pola pikir, mengajarkan kesantunan sikap tapi tetap berkelas dengan perilaku yang elegan dan anggun. Saya, dan tentunya keluarga yang lain punya segudang cerita soal mama, tapi sedikit saja yang tertuang disini telah mampu membuat kami merasa bangga dan bersyukur punya mama yang hebat. Mama yang super sabar dan pengertian. I love you ma...