Jumat, 02 Agustus 2013

Sederhana Dalam Fikir, Anggun Dalam Sikap (1)

Sederhana Dalam Fikir, Anggun Dalam Sikap

     Siti Roemaeni, nama pertama mama yang diberikan oleh almarhum Mbah kakung Karsidan dan Mbah putri Siti Mainah. Mama yang lahir di Yogyakarta 2 Mei 1949 tidak terlalu lama memakai nama Siti Roemaeni, karena menurut ceritanya, nama tersebut tidak terlalu cocok dengan mama. Entah dari mana dasar pembenarannya, kemudian nama mama diubah menjadi Eny Budi Astututi. Mama dengan nama Siti Roemaeni dikisahkan sering menangis dan sulit dihentikan tangisnya, padahal nama Siti Roemaeni itu diharapkan oleh Mbah kakung dapat menjadi kenang-kenang saat keluarga kecil Mbah kakung menempati rumah barunya di seputaran Baciro. Walau berat tapi demi si bayi mungil yang sulit dihentikan tangisnya, Siti Roemaeni diganti menjadi Eny Budi Astuti dan alhamdulilah hingga kini nama itu masih menjadi idola saya dan tentunya keluarga yang lain. Mama lahir dalam keluarga sederhana dan penuh dengan keterbatasan, Mbah kakung yang yatim piatu berusaha sekuat tenaga membesarkan mama bersama Mbah Putri, sampai akhirnya mama dipersunting oleh Bapak (Drs. H. Djajusman, MS., SH., MH.) pada tanggal 10 Juni 1974.
     
     Itulah sedikit cerita soal latar belakang mama, perempuan luar biasa yang saat saya kecil, saya sering menganggap mama itu ribet soal pakaian. Belakangan saya mulai fahami dan coba mengerti, bahwa mama adalah perempuan luar biasa dengan fikiran sederhana namun elegan dan anggun dalam bersikap. Jika terdahulu telah sedikit saya berkisah soal Bapak, sekarang saya mau cerita sedikit soal mama, perempuan pertama yang saya anggap HEBAT. Dalam tulisan bapak saya berujar bahwa tulisan soal mama akan berjudul "dalam kesederhanaannya ia memberi kami kekayaan", namun sedikit saya rubah saja agar rasa dramanya lebih mengalir (hehe). Mama yang saya tau berasal dari keluarga sederhana dan mampu menjadikan ke-6 anaknya sebagai master di bidangnya masing-masing. Mama rela untuk menggadaikan emas, perhiasan dan barang-barang pribadi mama demi membayar biaya sekolah anak-anaknya dengan harapan kelak anak-naknya mampu menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik dari mama (susah sepertinya, karena mama hebatnya sulit ditandingi).

     Memori yang terekam dalam ingatan saya tentang mama cukup banyak, tapi dalam tulisan ini saya akan bercerita sedikit saja. Mama dimata saya merupakan sosok yang perfeksionis dan konsekuen. Ketika memang mama merasa belum nyaman belum enak maka mama akan turun tangan sendiri. Saking kami anak-anak memahami hal itu, pada pernikahan saya beberapa waktu yang lalu, kami, 6 bersaudara kompak melarang mama didapur. Kami ingin mama santai dan menerima tamu saja. urusan masak memasak untuk jamuan tamu sudah bukan tugas mama lagi. Tapi apa mau dikata, mama seorang perfeksionis yang konsekuen, tetap saja bolak balik kedapur mempersiapkan jamuan istimewa untuk keluarga. Rasa letih, capek dan ngantuk kadang mama lupakan demi jamuan yang istimewa dan sempurna. Semua bumbu harus siap sesuai polanya, semua jenis bahan makanan harus bersih dan terpotong dengan baik sesuai apa yang mama ketahui.Perfeksionisnya mama ini dalam sudut lainnya memberi kami pelajaran bahwa menyajikan sesuatu itu tidak boleh sembarangan, hal-hal kecil terkait kepantasan perlu diperhatikan. sungguh takjub saya ketika banyak orang menyajikan teh hangat ya begitu selesai diaduk tinggal disajikan. namun tidak begitu dengan mama, sangat jelas dalam ingatan saya bahwa mama mengajarkan untuk membersihkan buih-buih bekas adukan gula dalam teh. Menurut mama hal kecil itu bisa menimbulkan kesan negatif dan ngawur bagi beberapa tamu, terkesan seperti buih (maaf) ludah menurut mama. Luar biasa kan perfeksionisnya mama, belum lagi soal memotong kacang panjang saat masak gado-gado atau saat membuat adonan untuk masak bakwan. Beberapa dari kerabat telah tau sifat mama yang luar biasa ini. sederhana namun anggun dalam tampilan.

     Cerita lain soal mama adalah mengenai kemampuan mama mentransformasikan nilai-nilai kesantunan dan etika kepada kami. Belakangan kami sering memperhatikan anak-anak zaman sekarang yang kalau dimasjid lari-larian saat orang sedang sholat, atau saat bertamu kerumah orang kemudian anak-anak kecil pada masuk keruangan-ruangan dan "gumunan". Seingat saya, dari apa yang saya alami saja, sungkan dan takut rasanya kalau kami lari-larian di masjid saat yang lainnya sholat dan malu rasanya kalau dirumah orang kami keliling-keliling dan "gumunan". Sungguh dalam sikapnya dan dalam katanya mama selalu mengajarkan kami bagaiman bertamu yang baik, bagaiman bersikap yang baik. Suatu ketika pernah saya berujar kata "prek" saat ngobrol dengan adik saya, ya waktu itu usia saya sekitaran 12 tahhun. Tanpa babibu, mama menampar mulut saya, dan seketika itu saya jengkel dan ngambek ke mama. Ni mama kasar amat ya ama anaknya, betulah pikiran kanak-kanak saya ketika itu. Belakangan saya fahami, sudut lainnya dari sikap mama itu adalah kami, harus tau etika, etika bergaul, etika berbicara. Hebat sekali mama, tanpa perlu banyak teori, sikapnya secera sederhana mengajarkan keanggunan etika pada kami. Saya belajar banyak dari mama soal etika itu, dan akhirnya sekarang hal tersebut menjadi bahan diskusi saya dengan istri.

     Sderhana dalam fikir dan anggun dalam sikap, seperti itulah mama. Sering saya melihat dalam keseharian mama, mama berbeda pendapat dengan bapak. Secara alamiah, rasa jengkel mama kepada bapak tetap keluar dan tidak tertutupi, tapi katika memang mama harus tampil sebagai sosok seorang istri maka dalam kejengkelannya, mama tetap melayani bapak. Bandingkan dengan istri-istri jaman sekarang, palingan kalau jengkel ya ditinggal pergi, yang agak halusnya paling ditinggal tidur. Perhatikan sudut lainnya keanggunan sikap mama, walau hati dilanda kejengkelan, mama tetap tampil sebagai sosok istri yang melayani dan itu sungguh sulit untuk ditiru. Mama luar biasa, dalam sikapnya yang sederhana mama mengajarkan kami bagaiman seharusnya seorang istri itu, dan mama berhasil mencontohkan.

     Terakhir mungkin dalam tulisan ini adalah saat-saat menjelang pernikahan, ditengah ribetnya persiapan, dan riuhnya keadaan kadang ada sesekali konflik yang muncul. Ketika ada sebuah konflik muncul dan saya sempat ngobrol dengan mama, ini yang keluar dari bibir mama : "ki, ngomong itu mudah, tapi ngemong itu susah dan itulah yang selama ini mama lakukan.". Wow, mama yang saya kenal memang sangat jarang menasehati kami secara verbal (dalam kata-kata tapi sekalinya ngomong, dahsyat. Perhatikan mendalam, perhatikan sudut lainnya omongan mama itu. Dalam bahasa verbalnya (yang jarang sekali mama keluarkan) mama mengajari kami bagaiman susahnya menjadi seorang istri, seorang ibu yang ngemong banyak kepala. Banyak teori, banyak alasan yang bisa keluar tapi mama dengan "ngemong"-nya mengajarkan kesederhanaan pola pikir, mengajarkan kesantunan sikap tapi tetap berkelas dengan perilaku yang elegan dan anggun. Saya, dan tentunya keluarga yang lain punya segudang cerita soal mama, tapi sedikit saja yang tertuang disini telah mampu membuat kami merasa bangga dan bersyukur punya mama yang hebat. Mama yang super sabar dan pengertian. I love you ma...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar