Jumat, 02 Agustus 2013

Agama Nasionalis

AGAMA NASIONALIS




     Bulan suci ramadhan hampir menapaki ujungnya, ketika keberagaman umat kembali diusik dengan aksi-aksi tak terpuji beberapa oknum dengan legalitas agamanya. Terakhir yang cukup menggemparkan adalah peristiwa bentrok antara FPI dan warga di Kendal beberapa waktu lalu (Juli 2013). Beragam pembenaran dilakukan oleh masing-masing kelompok, baik pembenaran ala FPI dan pembenaran ala masyarakat. Sungguh menyedihkan bentrok di Kendal tersebut mengakibatkan 1 orang korban yang bukan berasala dari dua kelompok yang bersitegang. FPI yang selama ini dicap sebagai lembaga dakwah anarkis, kembali menjadi tertuduh dalam peristiwa tersebut. Masyarakat yang belum tentu juga benar semuanya, kembali dianggap sebagai korban. Kronologis pembenaran oleh FPI adalah bahwa masa FPI konvoi damai, namun dihadang oleh preman-preman penjaga lokalisasi, seiring dengan pembenaran FPI tersebut, beberapa orang atas nama masyarakat menyampaikan bahwa masyarakat geram atas perilaku FPI tersebut.
     Sesungguhnya siapa salah siapa benar bukanlah hal yang sepantasnya dijadikan alasan untuk suatu kaum menindas kaum yang lainnya, karena kekerasan tidak dibenarkan dilakukan walau diatasnamakan agama. Islam dalam kasus tersebut telah banyak memberikan contoh kesabaran Rasulnya dalam berdakwah, dicaci, diludahi dan dihardik namun kesantunan selalu keluar dari keteladanan Rasulnya. Pun juga dengan agama lainnya, Kristen maupun Katholik mengkisahkan bahwa Yesus, datang kedunia dengan kedamaian, menawarkan perdamaian dalam hidup. Kemudian dalam ajaran yang lain, Agama Hindu, dalam Kitab Suci Weda misalnya, terdapat satu ajaran yang disebut Tat Twam Asi, dimana anda dan saya adalah sama. tidak ada pembeda antara manusia satu dan manusia yang lain, sehingga apa yang akan kita lakukan ke orang lain adalah apa yang orang lain akan lakukan kepada kita, poin ajaarannya adalah mengarah pada perdamaian dan keharmonisan. Satu lagi contoh adalah dalam agama Budha, Budha Gaotama dalam beberapa artikel yang penulis telusuri, membawa ajaran cinta, kasih sayang, keseimbangan batin dan kedamaian. Maka jelas, apa yang terjadi dalam bulan Ramadhan ini, yang katanya dilakukan oleh FPI (Front Pembela Islam) tidak dapat dikatakan sebagai kekerasan atas nama agama. Tidak ada agama yang mengajarkan anarkisme dalam syiarnya. Perbedaan itu biasa, yang luar biasa adalah sikap kita menanggapi perbedaan yang ada.
     Agama-agama yang ada seharusnya bukan menjadi penghalang bagi kita untuk berbhineka, cukuplah Islammu, Kristenmu, atau Hindumu berada didalam hati dan rumah ibadahmu. Pakai Indonesiamu dalam setiap langkah sosial kemasyarakatanmu. Sehingga tak perlulah ada yang namanya anarkisme atas nama agama, sebab sesungguhnya tak ada satupun agama yang mengajarkan kekerasan. apalagi Indonesia ini telah menuangkan kebebasan beragama dalam konstitusinya, maka pemaksaan-pemaksaan bukan ciri dari Bhineka tunggal ika, tapi justru mencirikan bahwa bangsa ini telah kehilangan roh-nya. Kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi, jadi seharusnya, Pemerintah menjalankan amanat konstitusi tersebut. Jika agak jauh kita menoleh kebelakang, kejadian di Sampang Madura terjadi juga atas nama kemurnian agama A atau B. Si pengikut A harus ikut pengikut B. Sungguh ironis, belum lagi soal kisruh Gereja Yasmin di Bogor dan gereja-gereja lainnya. Kekisruhan tersebut seharusnya tidak perlu meluas bila memang Konstitusi dan aturan penunjangnya dapat ditegakkan dengan benar oleh pelaksananya. Namun yang terjadi justru sebaliknya, Pemerintah sebagai perpanjangan tangan Negara dan Konstitusi justru tidak pernah hadir di masyarakat sampang yang dirusuhi, negara tidak hadir memberi kejelasan dan ketuntasan di bogor atau tempat-tempat konflik lainnya.
     Seharusnya negara hadir dan menancapkan perannya, sebagai sebuah Indonesia dan bukan soal agama Islam, agama Kristen atau Hindu, Budha, Katholik. Ini soal Nasionalisme dan keBhinekaan. Tidak ada lagi Islam atau Kristen dalam bermasyarakat. Namun kemudian keretakan dan ambang kehancuran Indonesia muncul ketika Pemerintah tidak mampu tegas, Sarang perjudian tumbuh subur, minuman keras yang memabukan bebas dan bahkan kadang ada oknum yang melindungi. Jadi sekali lagi perlu di garis bawahi bahwa kekerasan dan pemaksaan yang terjadi bukan semata-mata atas nama agama, namun jelas karena Negara (dalam hal ini pemerintah) tidak mampu memberi jaminan dan kepastian kepada seluruh umat soal ketentraman mereka, sehingga bagi beberapa kelompok yang merasa berhak bertindak, mereka akan bertindak.
     Agama A dianggap benar dan yang B sesat, lalu dsini boleh dsana tidak boleh dan akhirnya kericuhan muncul yang akibatnya kebhinekaan kembali terusik. Tidak ada yang salah dalam beragama yang salah adalah oknum-oknum yang memahami gamanya. Sebuah ungkapan menarik disampaikan oleh Cotton, manusia bisa bertengkar untuk agama, bisa menulis tentang agama, bisa membunuh dan terbunuh karena agama, apa saja dapat dia lakukan untuk agama, tapi akan terasa sulit untuk melakoni agama. Meringislah, merenunglah, bahwa kemudian kita semua memang mampu berkorban untuk agama tapi mampukah kita beragama dengan benar ketika para pendiri bangsa mengamanatkan Kebhinekaan kepada kita. Cukuplah agama dan kepercayaanmu berada dalam hati dan rumah ibadahmu dan kemudian ciptakan kedamaian dan kasih sayang dalam kehidupan sosial kemasyarakatan kita. Bagimu agamamu Bagiku agamaku. Lakum Diinukum Waliyadiin....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar