Rabu, 27 November 2013

Dokterku sayang Dokterku Malang


Hukum Bukan Satu Sisi mata Uang

Entah jadi atau tidak, rencananya hari ini (Rabu, 27 November 2013) para Dokter yang biasanya terhormat dengan jas putihnya akan turun ke jalanan melakukan aksi sehari tanpa dokter. Aksi tersebut katanya sebagai bentuk solidaritas Dokter kepada rekan sejawat mereka yang disidang sejak tahun 2010 dengan tuduhan malpraktek. 3 orang dokter ahli kandungan dipidana dengan tuduhan malpraktek yang mengakibatkan seorang pasiennya meninggal akibat efek operasi caesar. Pemidanaan tersebut dilakukan setelah keluarga pasien merasa ada kejanggalan dalam kasus kematian putrinya sehingga ketiga dokter tersebut dianggap melakukan malpraktek.

Pembelaan dari rekan-rekan sejawat dan tuntutan dari keluarga pasien dan beberapa pihak mulai bermunculan dalam lingkaran kasus tersebut. Beragam dukungan dan tuntutan muncul di lingkaran kasus ini. Mulai dari dukungan dan pembelaan yang masuk akal sampai pada yang nyeleneh. Tuntutan-pun begitu, mulai dari tuntutan yang rasional dan sampai pada tuntutan irasional. Beberapa pembelaan menarik untuk dicermati, seperti yang di ungkapkan Ketua IDI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bahwa Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung seharusnya tidak menggunakan aturan umum (KUHP) dalam menangani kasus tersebut dimana seharusnya yang digunakan adalah aturan khusus dimana menurut Ketua IDI DIY tersebut dokter itu punya aturan khusus dengan latar belakang kedudukannya sebagai sebuah profesi maka semestinya pasal penjerat yang digunakan adalah Undang-Undang (UU) No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU No. 44 tentang Rumah Sakit. Lain lagi kata beberapa dokter muda di kontak BB saya, mereka justru nyeleneh memasang status dokter tidak pantas dipidana, dokter tidak pantas dipenjara. Lupa rupanya si dokter bahwa setiap warga negara punya kedudukan yang sama dimata hukum, tak peduli dokter ataupun pasien, polisi ataupun jaksa, hukum tak bermata satu tapi bermata dua sisi yang selalu sama menatap keduanya sampai pada kebenaran yang terbukti.

Tulisan saya kali ini bukan untuk mendeskreditkan dokter tapi sekedar mengingatkan dokter untuk sekejap saja membumi lagi dan memakai rasionalnya. Seperti apa yang disampaikan oleh Ketua IDI DIY tersebut dimana beliau dengan percaya diri menyalahkan Majelis Hakim Mahkamah Agung yang salah memberikan analisa dan dasar hukum. Sungguh luar biasa, sudah siap pula rupanya pak dokter itu menjadi analis hukum, lupa rupanya beliau jika ada pula UU lain yang juga berbicara soal profesi seperti UU Advokat, UU Notaris, UU Kepolisian, dll. Banyak profesi baik secara langsung dan tidak langsung diatur dalam UU dan apakah kemudian membuat setiap profesi itu di atur dalam aturan khusus bila terjadi pemidanaannya?? Dalam pandangan saya, kasus tersebut akhirnya menunjukan kekerdilan cara fikir para dokter dimana mereka lupa membumi. Terlalu dibuai dengan rasa hormat pasien kepadanya, rasa hormat perawat dan insan medis lain kepada mereka. Baiknya kasus tersebut menjadi media introspeksi bagi mereka bukan justru solidaritas tanpa ada asas yang mendasarinya.

Pikirkan kembali, bagaimana proses rekruitmen para dokter dimana butuh ongkos yang luar biasa mahal untuk mendapatkan satu kursi di Fakultas Kedokteran. Urusan kemampuan akademik belakangan yang penting uang dulu baru dikejar kemudian tu urusan akademik. Jika mau masuk Fakultas Kedokteran saja yang diperlukan hanya prosedur keuangan tanpa prosedur akademik yang benar maka wajar jika kasus di Manado tersebut terjadi. Kasus tersebut semata-mata soal prosedur, bukan soal si pasien ada atau tidak ada penyakit sebelumnya. Sudah benarkah prosedur si dokter dalam tahapan menangani pasien. Polisi, TNI dan profesi lain-pun jika secara prosedural salah dalam menangani pekerjaannya maka ia pun akan dipidana sesuai berat ringannya akibat dari kelalaiannya mengikuti prosedur. Jadi bukan soal pantas tidak pantas dipidana/dipenjara.
Ayolah bapak – ibu dokter, gunakan rasio kalian dan cerdaslah. Ingat dengan sumpah dokter dimana kalian dilarang menelantarkan pasien. Hormati hukum yang berjalan seperti kami menghormati kebijakan kalian dalam memvonis penyakit/hidup kami. Apa yang kalian lakukan hari ini dapat dikatakan sebagai perlawanan terhadap pengadilan (contempt of court) dimana kalian mempengaruhi anggapan publik atas putusan pengadilan. Lebih baik kalian kumpulkan dana, sewa pengacara dan ahli hukum untuk mencari celah hukum dan membela rekan sejawat kalian dari jerat hukum. Bukan justru membelanya dijalanan dan justru mengotori jas putih kalian yang terhormat. Ribuan bahkan ratusan ribu orang menunggu kalian di setiap rumah sakit. Turunkan egomu dan gila hormatmu. Apakah kemudian engkau akan pula membela jika kemudian perawat atau apoteker salah dalam menjalankan profesinya??

Sekali lagi perlu dipahami bahwa hukum itu bukan hanya satu sisi tapi memiliki dua sisi dimana setiap warga memiliki kedudukan yang sama dalam setiap pandangannya. Hukum bukan soal pantas dan tidak pantas dipidana/dipenjara tapi hukum adalah soal kebenaran formil dan materiil. Kemana saja rekan sejawat saat pembuktian kasus tersebut, mengapa tidak segera melakukan pembelaan saat kasus tersebut baru bergulir???




1 komentar: