Masa-masa awal saya di bangku perkuliahan, begitu berkesan. Bapak Ibu Dosen mengajari dan menanamkan sebuah konsep tentang bentuk sebuah negara. Belakangan saya iseng-iseng kembali memahami dan mengulas lagi apa yang bapak ibu Dosen saya dulu ajarkan kepada saya. Rechtsataat dan Machtsstaat, masih sangat jelas suara bapak dan ibu dosen berulang kali mengajarkan bahwa Indonesia adalah Rechtsstaat alias negara hukum dan bukan negara kekuasaan belaka alias Machsstaat. Sungguh ideal dan saking idealnya Rechtsstaat masuk dalam konstitusi kita. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) Negara Indonesia adalah negara hukum. Jelas dan tuntas, dinyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Artinya, segala sesuatu yang direncanakan, diprogramkan, dijalankan dan diawasi dengan selalu mendasarkan kepada hukum,baik oleh rakyat sipil, yang tua yang muda, PNS rendahan dan pejabat serta tentunya termasuk Militer dan Polisi. Semua wajib tunduk dan patuh pada hukum yang berlaku.
Nah, belakangan kita dihebohkan oleh kejadian penyerangan Polres OKU pada 7 Maret 2013, lalu disusul kemudian oleh tewasnya anggota Kopassus diHugo's Cafe tanggal 19 Maret 2013 dan pembacokan anggota TNI AD tanggal 20 Maret 2013. Kejadian-kejadian itu telah membuat berita-berita di televisi menjadi acara yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Masyarakat menunggu hasil perkembangan demi perkembangan yang diungkap oleh polisi. Belum tuntas masyarakat penikmat berita terbelalak oleh kejadian di OKU muncul kejadian yang lebih heboh, Lapas IIB Cebongan disatroni segerombolan pria tegap bersenjata pada 23 Maret 2013. Gerombolan itu menghabisi tahanan titipan Polda yang merupakan pelaku pembacokan pada 19 Maret di hugo's. Indonesia sekali lagi mendunia dengan kebobrokannya. Bangun tidur saya langsung berburu berita kejadian di cebongan.
Marah, kecewa, dan ingin rasanya saya berbicara kepada Panglima TNI, Kapolri dan Pak Presiden. "Bapak-bapak sekalian, apa sih yang kalian lakukan kok bisa kejadian seperti itu terjadi di Negara Hukum Indonesia", itu gumaman saya dalam hati. Karena harus mengikuti ujian profesi advokat, rasa penasaran saya terpending. Hingga akhirnya ujian selesai mulailah saya bergerilya lagi mencari berita soal kejadian semalam. Banyak analis yang menyampaikan simpulan-simpulan mereka, dan yang paling mencengankan adalah ungkapan mantan Pangab Wiranto. Ia menyampaikan bahwa bila ia yang menginvestigasi, maka cukup sehari baginya untuk mengungkap kejadian itu. Luar biasa, Wiranto hebat (bukan kampanye loh ini) dan mungkin itu pertanda bahwa tak lama lagi kejadian itu akan terungkap. Sangat yakin saya bahwa tim khusus bentukan Polisi telah bisa mengungkap hal tersebut, namun Polisi tidak berani ungkap fakta kepublik. Desakan datang untuk segera mengungkap kejadian tersebut (terutama dari Komnas HAM dan Kontras). Ketika desakan demi desakan mulai mengganas, lalu Militer membentuk tim 9 yang dipimpin oleh Wadanpuspom Mabes. Tak butuh waktu lama bagi tim 9 untuk mengungkap, beberapa hari setelah dibentuk, kejadian di lapas Cebongan terungkap. Dan kita semua tau siapa pelakunya.
Dalam tulisan ini, bukan analisis fakta atau analisis hukum yang akan saya sampaikan, tp pengalaman saya berinteraksi dengan Militer dan Polisilah yang akan saya tulis. Ini pengalaman ketika baru genap setahun saya menjadi alumni SMA. Ketika itu saya diundang untuk membantu persiapan eksebisi baris berbaris di SMA saya (maklum, saya ni alumni Tonti juga, padahal saya nggak jago baris berbaris). Kira-kira pukul 16.30 saya datang ke SMA saya, dan saya tanya situasi kepada penanggung jawab acara, mreka menjawab bahwa latihan telah 2 minggu dilakukan. Hal tersebut berarti bahwa kelelahan dan kebosanan sudah menumpuk di barisan pleton inti tersebut. Sampai magrib saya dampingi adik-adik saya berlatih, dan karena saya akan menunaikan ibadah sholat magrib, lalu pasukan saya istirahatkan dan saya pesan kepada senior untuk membawa situasi santai dan jangan didramatisir. Karena bagi saya, ketika suasana letih, bosan, tegang didramatisir maka kejadian-kejadian aneh bisa saja terjadi (kesurupan kalau kata berita-berita di televisi). Benar saja, peringatan saya tidak di indahkan dan suasana dibuat dramatis untuk pengumuman tim inti eksebisi. Setelah pengumuman, satu demi satu terkapar (biar makin dramatis pakai kata terkapar), persis seperti orang kesurupan. Padahal sih itu hanya kecapean dan situasi psykologi yang penat tidak bisa dimanajemen dengan baik.



Coba kita sebagai rakyat mulai berani mengkritik dan kalau perlu foto semua pelanggaran yang dilakukan oleh oknum-oknum Militer dan Polisi. Jadi cukuplah Preman saja yang bikin susah bangsa ini, jangan ditambahi kelakuan brutalnya Militer dan Polisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar