Jumat, 05 April 2013

Interaksi saya dengan Militer dan Polisi...


     Masa-masa awal saya di bangku perkuliahan, begitu berkesan. Bapak Ibu Dosen mengajari dan menanamkan sebuah konsep tentang bentuk sebuah negara. Belakangan saya iseng-iseng kembali memahami dan mengulas lagi apa yang bapak ibu Dosen saya dulu ajarkan kepada saya. Rechtsataat dan Machtsstaat, masih sangat jelas suara bapak dan ibu dosen berulang kali mengajarkan bahwa Indonesia adalah Rechtsstaat alias negara hukum dan bukan negara kekuasaan belaka alias Machsstaat. Sungguh ideal dan saking idealnya Rechtsstaat masuk dalam konstitusi kita. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) Negara Indonesia adalah negara hukum. Jelas dan tuntas, dinyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Artinya, segala sesuatu yang direncanakan, diprogramkan, dijalankan dan diawasi dengan selalu mendasarkan kepada hukum,baik oleh rakyat sipil, yang tua yang muda, PNS rendahan dan pejabat serta tentunya termasuk Militer dan Polisi. Semua wajib tunduk dan patuh pada hukum yang berlaku.

         Nah, belakangan kita dihebohkan oleh kejadian penyerangan Polres OKU pada 7 Maret 2013, lalu disusul kemudian oleh tewasnya anggota Kopassus diHugo's Cafe tanggal 19 Maret 2013 dan pembacokan anggota TNI AD tanggal 20 Maret 2013. Kejadian-kejadian itu telah membuat berita-berita di televisi menjadi acara yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat.  Masyarakat menunggu hasil perkembangan demi perkembangan yang diungkap oleh polisi. Belum tuntas masyarakat penikmat berita terbelalak oleh kejadian di OKU muncul kejadian yang lebih heboh, Lapas IIB Cebongan disatroni segerombolan pria tegap bersenjata pada 23 Maret 2013. Gerombolan itu menghabisi tahanan titipan Polda yang merupakan pelaku pembacokan pada 19 Maret di hugo's. Indonesia sekali lagi mendunia dengan kebobrokannya. Bangun tidur saya langsung berburu berita kejadian di cebongan. 

       Marah, kecewa, dan ingin rasanya saya berbicara kepada Panglima TNI, Kapolri dan Pak Presiden. "Bapak-bapak sekalian, apa sih yang kalian lakukan kok bisa kejadian seperti itu terjadi di Negara Hukum Indonesia", itu gumaman saya dalam hati. Karena harus mengikuti ujian profesi advokat, rasa penasaran saya terpending. Hingga akhirnya ujian selesai mulailah saya bergerilya lagi mencari berita soal kejadian semalam. Banyak analis yang menyampaikan simpulan-simpulan mereka, dan yang paling mencengankan adalah ungkapan mantan Pangab Wiranto. Ia menyampaikan bahwa bila ia yang menginvestigasi, maka cukup sehari baginya untuk mengungkap kejadian itu. Luar biasa, Wiranto hebat (bukan kampanye loh ini) dan mungkin itu pertanda bahwa tak lama lagi kejadian itu akan terungkap. Sangat yakin saya bahwa tim khusus bentukan Polisi telah bisa mengungkap hal tersebut, namun Polisi tidak berani ungkap fakta kepublik. Desakan datang untuk segera mengungkap kejadian tersebut (terutama dari Komnas HAM dan Kontras). Ketika desakan demi desakan mulai mengganas, lalu Militer membentuk tim 9 yang dipimpin oleh Wadanpuspom Mabes. Tak butuh waktu lama bagi tim 9 untuk mengungkap, beberapa hari setelah dibentuk, kejadian di lapas Cebongan terungkap. Dan kita semua tau siapa pelakunya.

       Dalam tulisan ini, bukan analisis fakta atau analisis hukum yang akan saya sampaikan, tp pengalaman saya berinteraksi dengan Militer dan Polisilah yang akan saya tulis. Ini pengalaman ketika baru genap setahun saya menjadi alumni SMA. Ketika itu saya diundang untuk membantu persiapan eksebisi baris berbaris di SMA saya (maklum, saya ni alumni Tonti juga, padahal saya nggak jago baris berbaris). Kira-kira pukul 16.30 saya datang ke SMA saya, dan saya tanya situasi kepada penanggung jawab acara, mreka menjawab bahwa latihan telah 2 minggu dilakukan. Hal tersebut berarti bahwa kelelahan dan kebosanan sudah menumpuk di barisan pleton inti tersebut. Sampai magrib saya dampingi adik-adik saya berlatih, dan karena saya akan menunaikan ibadah sholat magrib, lalu pasukan saya istirahatkan dan saya pesan kepada senior untuk membawa situasi santai dan jangan didramatisir. Karena bagi saya, ketika suasana letih, bosan, tegang didramatisir maka kejadian-kejadian aneh bisa saja terjadi (kesurupan kalau kata berita-berita di televisi). Benar saja, peringatan saya tidak di indahkan dan suasana dibuat dramatis untuk pengumuman tim inti eksebisi. Setelah pengumuman, satu demi satu terkapar (biar makin dramatis pakai kata terkapar), persis seperti orang kesurupan. Padahal sih itu hanya kecapean dan situasi psykologi yang penat tidak bisa dimanajemen dengan baik.

       Singkatnya, situasi panik dan serba tegang, termasuk para senior yang melatih. Saya perintahkan yang lain agar memisahkan diri dari pasukan yang terkapar tadi. Nah, saat saya sibuk mengurusi pasukan yang terkapar, ada orang tua siswa yang datang dan ngamuk-ngamuk, pake nendangin pintu (bikin suasana hening sebentar dan panik lg). Tereak-tereaklah itu bapak, "siapa penanggung jawab acara ini", sontak saya maju, dan mengaku sebagai penanggung jawab acara. Alamak, perut saya ditonjok (nggak kena sih, karena saya tangkap pakai tangan, tapi syok jg saya). Setelah gagal nonjok dan orang mulai ramai, bapak itu marah-marah sambil minta identitas saya, tanpa pikir panjang dan supaya urusan selesai, ya saya kasih aja. Belakangan saya tau ternyata dia tu intel Militer Udara  yang dekat sekolah saya. Wow, gaya sekali ya, Militer ama preman sama aja kelakuannya, main fisik dan unjuk kekuatan. Belum lagi soal seragam loreng berperawakan tegap keliling rental-rental CD untuk narik uang keamanan. Dengan mata kepala saya lihat si oknum loreng itu narik uang keamanan. Masih ada beberapa cerita lagi soal interaksi saya dengan militer, namun saya fikir itu sudah mewakili kelakuan beberapa oknum. Menakutkan dan menyedihkan.


         Itu tadi soal interaksi saya dengan militer, sekarang soal interaksi saya dengan polisi. Alkisah ketika saya bersepeda motor lupa membawa STNK, dan kebetulan ada operasi kelengkapan surat kendaraan. Pada operasi itu saya masuk kedalam golongan tidak tertib karena non STNK. Dalam hati saya, ya sudah wong saya salah tidak bawa STNK, namun saya sempatkan memandang sekeliling. Ada plat merah yang sedang negosisasi, perihal si plat merah sama, lupa bawa STNK. Negosiasi tak berlangsung alot cukup dengan ucapan bahwa kita sama-sama aparatur negara pak, saling pengertianlah, dan motor itupun lepas. Kemudian adalagi seorang cewek yang pegang HP, entah dia menelepon siapa, dan telepon itupun diserahkan kepada salah seorang petugas. Setelah terima telepon iyu si petugas bilang siap, siap siap, dengan nada nurut. dan akhirnya motor si cewek itu lepas. Saya mulai jengkel dan nyari si komandan operasi, setelah ketemu komandan opersai saya sampaikan apa yang saya lihat dan saya dengar. Apa dinyana, saya dibentak "Kamu ini!!! Bikin ribet pekerjaan polisi, itu hak polisi untuk memilih dan melepaskan motor, itu namnya Diskresi!!!". Wow, atas nama diskresi Polisi membentak saya dan melepaskan motor yg jelas-jelas salah tidak bawa STNK. Lalu adakah diskresi untuk saya??? Polisi itu saya ingat betul namanya, tapi tak usahlah saya sebut. Memalukan dan menyedihkan. 



        Itulah sekilas singkat interaksi saya dengan Militer dan Polisi yang bila dikaitkan dengan kejadian belakangan, cukupo menarik untuk disandingkan. Mengapa menarik disandingkan?? Karena Militer dan Polisi tak ada bedanya dengan Preman. Kesimpulannya, Penembak di Lapas IIB Cebongan dengan yang ditembak serta Polisi yang menangkap si korban tembak sama saja menurut saya. Sama-sama premannya, coba saja anda lihat di Konser-konser atau kafe-kafe atau tempat karaoke. Militer dan Polisi tu biasanya arogan dan sangat minat untuk dijadikan kelas 1 sebagai warga negara. Kalau dijalanan, main salip main pelototin. Jadi saya fikir ditembaknya oknum militer di OKU saat melanggar lalu lintas itu wajar, karena ya yang jaga pos Polisi juga arogan yang melanggar juga arogan (mentang-mentang militer). Jadi ada garis linear antara militer-polisi-preman yaitu liniear dalam hal arogansi dan kebrutalan.

        Coba kita sebagai rakyat mulai berani mengkritik dan kalau perlu foto semua pelanggaran yang dilakukan oleh oknum-oknum Militer dan Polisi. Jadi cukuplah Preman saja yang bikin susah bangsa ini, jangan ditambahi kelakuan brutalnya Militer dan Polisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar