Minggu, 28 April 2013


Surat Terbuka Untuk Kapolda DIY dan Kapolri

Aturan lalu lintas untuk semua, bukan hanya untuk rakyat kecil


            Sabtu, 27 April 2013, sebuah kecelakaan terjadi di Jogjakarta, sebuah motor gede (moge) menabrak ambulance yang membawa jenazah. Belakangan beberapa saksi menyatakan bahwa moge yang dikendarai oleh seorang dokter specialis tersebut melanggar lampu lalu lintas. Moge dalam hal ini bukan salah satu kendaraan yang di istimewakan untuk dapat menerobos lalulintas. Walaupun para pemilik moge tersebut adalah orang-orang besar dan berduit tidak lantas bisa seenaknya melewati lampu merah yang menyala merah. Risih rasanya mata dan alam pikiran saya ketika melihat arogansi para pengendara moge dengan raungan suaranya. Dalam undang-undang 22 tahun 2009 dan beberapa aturan lain jelas disampaikan bahwa ambulance merupakan salah satu yang harus didahulukan. Namun dengan aroganya (menurut saksi dalam berita online detik) si pengendara moge melintas lampu lali lintas yang menyala merah. Yang terhormat bapak Kapolda DIY dan Kapolri, saya merasa perlu menulis surat terbuka ini kepada anda sekalian karena kebetulan beberapa hari ini Jogja sedang ada acara JBR (Jogja Bike Rendezvous) dan saya pun sering melihat prtugas bapak acuh terhadap pengguna moge yang melanggar lampu lalu lintas.
            Seringnya saya melihat acuhnya petugas bapak terhadap para pengendara moge yang melanggar sama seringnya dengan pengamatan saya terhadap ketegasan petugas bapak Kapolda dan bapak Kapolri terhadap pengendara motor dengan CC kecil. Kegarangan dan ketegasan petugas lalu lintas Polri sangat nampak ketika menghadapi rakyat kecil seperti saya dan seketika mlempeng bak kerupuk terkena air jika ada pengendara moge yang melanggar. Dalam Pasal 1 Ayat (3) jelas dikatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum dimana hukum adalah panglimanya dan kemudian Pasal 27 Ayat (1)  juga menyatakan bahwa segala warga bersamaan kedudukanya dihadapan hukum. Jadi tidak ada yang berbeda dalam tindakan terhadap pelanggaran hukum, baik pengendara moge maupun motor CC rendah. Namun ironisnya fakta lapangan berkata lain, petugas-petugas bapak mayoritas bernyali kecil terhadap pelanggar dari kalangan pengendara moge. Apa ayal, kejadiannya ya seperti yang terjadi di perempatan Jalan Wonosari Jogja tersebut, masih untuk tidak ada korban jiwa. Bapak Kapolda dan Bapak Kapolri, jangan gadaikan harapan kami dengan nyali polantas yang ciut dengan raungan suara moge. Jangan tunggu sampai korban jatuh baru ramai memfokuskan diri pada nyali. Mulailah dari sekarang pak polisi, fiat justitia ruat caelum, hukum harus ditegakkan walaupun langit runtuh. Jangan hanya berani dengan kalangan kecil tapi tilang dan tahan jika perlu para pelanggar dari kalangan pengendara moge serta seringkali juga para suporter sepak bola. Nyali para petugas lalu lintas Bapak Kapolda dan Bapak Kapolri hanya sebatas raungan suara moge dan raungan suara motor suporter. Semoga keluhan saya ini didengar bapak Kapolda dan bapak Kapolri, syukur-syukur juga didengar para pengurus persatuan moge di Indonesia.
Salam Santun dari rakyat BIASA

Muhammad Zaki Mubarrak.
Rakyat biasa, Mahasiswa
Condong Catur Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar